Pertanianku – Bisnis pullet dikatakan menguntungkan karena berdasarkan perhitungan dan hasil wawancara dengan banyak peternak, selisih harga antara membeli pullet dengan memelihara sejak DOC sekitar Rp10.000—Rp15.000 per ekor. Perbedaan tersebut disebabkan oleh grade DOC, OVK, pakan dan perlakuan yang diterapkan, performa pullet, serta jumlah ayam yang dipelihara. Bayangkan, jika selisih harga Rp10.000 per ekor, berarti untuk 1.000 ekor pullet ada biaya Rp10.000.000 yang harus dikeluarkan. Bagaimana jika peternak memelihara hingga 100.000 ekor, berapa selisihnya? Tentu saja akan didapat angka yang sangat besar.
Melihat besarnya selisih harga pullet, pemeliharaan pullet bisa dijadikan bisnis yang menjanjikan di samping untuk keperluan sendiri. Hal itu juga dengan syarat peternakan dikelola dengan manajemen yang benar sehingga mampu menghasilkan pullet yang berkualitas. Semakin tinggi kualitas pullet, semakin tinggi pula harga jualnya.
Sebagaimana sudah berlangsung di masyarakat, untuk beternak ayam ras petelur bisa dimulai sejak memelihara DOC maupun membeli pullet. Masingmasing memiliki keuntungan maupun kelemahan. Namun, alasan banyaknya peternak memilih membeli pullet antara lain sebagai berikut.
- Peternak umumnya ingin yang serba instan. Jadi, peternak berharap segera memperoleh telur dari pembelian pullet, terutama bagi pemula atau bagi pemilik modal besar.
- Peternak kurang terampil dan tidak menguasai manajemen pemeliharaan pullet
- Keterbatasan lahan. Lahan untuk memelihara DOC sampai pullet harus terpisah dari kandang layer (ayam yang sudah produksi) untuk menghindari penularan penyakit dari ayam dewasa ke ayam yang lebih kecil.
- Keterbatasan tenaga kerja dan perlengkapan yang dimiliki.
- Ingin praktis dan tidak mau repot dengan jadwal vaksinasi dan pengobatan.
Namun, ada kelemahan dari pembelian pullet. Pertama, umur produksi (umur mulai bertelur) bisa mundur jika penanganan stres ayam kurang tepat. Kedua, peternak tidak mengetahui performa produksi sesungguhnya, terutama jika penyedia pullet tidak memiliki track record yang jelas. Misalkan membeli pullet umur 13 minggu dengan standar bobot 1,10 kg—1,14 kg. Apakah peternak mengetahui ayam tersebut berasal dari umur, strain, grade (kualitas) yang baik?
Jika berbeda, tentunya program medikasi dan perlakuan lainnya juga seharusnya berbeda, seperti penggunaan antibiotik agar tidak timbul resistensi. Jika sudah berbeda, tentunya performa produksi juga tidak bisa dioptimalkan mencapai standar produksi. Selain itu, riwayat penyakit juga tidak diketahui.
Bagi peternak yang memilih memelihara pullet, kualitasnya bisa lebih terjamin dibandingkan dengan membeli, asalkan memahami manajemen pemeliharaannya. Namun, ada kelemahan dari pemeliharaan pullet. Pertama, peternak membutuhkan waktu lebih lama sampai ayam mulai berproduksi. Kedua, dibutuhkan lahan tambahan untuk kandang pembesaran. Ketiga, risiko kematian ayam lebih tinggi. Keempat, dibutuhkan tenaga kerja lebih. Dengan demikian, peternak bisa mengukur kemampuannya untuk memilih mana yang lebih menguntungkan dan tentu saja harus disesuaikan dengan kondisi peternak.
Dengan melihat kelebihan dan kekurangan tersebut, diperlukan antisipasi untuk meminimalkan risikonya, terutama pada kelemahan. Pada peternak yang memilih membeli pullet, pastikan hanya membeli pulet dari sumber atau perusahaan yang benar-benar menjaga kualitas dan bersedia di-complain jika pullet tidak sesuai dengan standar. Sementara itu, bagi peternak yang memilih memelihara pullet, penguasaan terhadap manajemen pemeliharaan mutlak dikuasai dan memperhatikan faktor lain yang mempengaruhi kualitasnya. Jika peternak sukses menghasilkan pullet berkualitas, tidak menutup kemungkinan usaha bisa dikembangkan menjadi pemasok pullet. Hal itu karena biasanya antarpeternak ayam ras petelur saling bertukar informasi sehingga jika puas dengan kualitas pullet dari pemasok tertentu, infonya akan cepat menyebar ke peternak lain. Apalagi jika ada selisih harga yang bisa meminimalkan biaya produksi.
Sumber: Buku Bisnis Pembesaran Pullet