Mengenal dan Melihat Potensi Stroberi Sangkuriang

Pertanianku – Seorang petani sekaligus pembudidaya stroberi sangkuriang asal Bandung, Jawa Barat bernama Ihsan Al Falah ini memberi nama stroberi sangkuriang untuk mengangkat legenda tanah Pasundan ini ternyata membuahkan hasil maksimal. Karena namanya yang unik, membuat perkebunan ini cukup dikenal di Bandung.

Stroberi sangkuriang ini memiliki rasa yang sangat manis dengan warna merah cerah yang sangat menggoda. Ukurannya sendiri pun sangat beragam, mulai dari ukuran kecil hingga ukuran besar. Selain itu, stroberi sangkuriang ini memiliki nilai ekonomis cukup tinggi dan dikenal banyak orang.

Bobot stroberi sangkuriang sekitar 20—30 gram per buah. Untuk kelas premium, bobotnya mencapai 50 gram. Yang membedakan dari jenis stroberi jenis lainnya adalah stroberi sangkuriang ini memiliki rasa lebih manis tanpa rasa asam dan tidak berair. Atau, bisa dikatakan rasa manis stroberi sangkuring dua kali lipat daripada jenis stroberi jenis lainnya.

Di kebun seluas 2.000 m² Ihsan menanam sebanyak 10.000 bibit stroberi di bedengan sepanjang 12 m dan lebar 60 cm.

Banyak pembudidaya stroberi di Bandung tertarik dengan hasil persilangan stroberi yang Ihsan kembangkan. Bagaimana tidak, satu tanaman saja mampu menghasilkan 10 buah dalam satu periode (6 bulan) masa pembuahan.

Soal perawatannya sendiri, Ihsan memberi 500 ppm pupuk NPK dan KNO₃ per tanaman untuk memaniskan buah, 500 ppm caNO₃ untuk mengeraskan buah, dan MgsO₄ untuk menghijaukan daun.

Salah satu kendala yang dialami Ihsan dalam membudidayakan stroberi sangkuriang adalah cuaca. Karena cuaca yang terkadang tidak menentu di Lembang, membuat banyak hama dan penyakit dengan mudah menyerang tanaman stroberinya.

Untuk menganggulanginya, biasanya Ihsan menyemprotkan pestisida, memasang mulsa, dan penutup plastik sebagai atap pada setiap bedengan. Perawatannya pun harus dilakukan secara intensif karena ia harus menjual hasil panennya ke beberapa gerai organik.

Untuk pemasarannya sendiri, Ihsan menjual hasil panen stroberinya seharga Rp200.000 per kilogram di tingkat petani. Usaha yang cukup menjanjikan bukan untuk dikembangkan?