Mitos Organik di Era Pertanian Modern

Pertanianku – Teknologi yang semakin berkembang membuat sektor pertanian pun mengalami perkembangan yang pesat beberapa tahun terakhir. Bahkan, kini kegiatan bertani menjadi suatu kegiatan yang banyak digemari karena bertani saat ini menjadi sangat mudah dan semakin praktis.

Impian para petani benar-benar terwujud dengan adanya pertanian organik yang sangat ramah lingkungan dan lebih mudah dilakukan. Meski begitu, nyatanya kekhawatiran masih saja muncul bagi sebagian petani dengan adanya mitos-mitos pertanian organik yang berkembang di kalangan petani.

Klaim atau doktrin yang banyak dianut oleh pelaku pertanian organik adalah bahwa organik lebih sehat daripada teknik pertanian konvensional, seolah ingin memanfaatkan momentum prevalensi pasar yang menuntut bahan makanan yang tidak mengandung unsur-unsur pemicu penyakit serius. Dalam beberapa tahun terakhir pikiran konsumen dipengaruhi oleh doktrin tersebut walaupun ada banyak kejanggalan dalam pola berpikir para petani yang menerapkan pertanian organik.

Sebuah penelitian jangka panjang di Universitas Cornell memberikan gambaran menakjubkan tentang hasil pengamatan selama 22 tahun. Penelitian tersebut membuktikan bahwa secara keseluruhan produksi jagung dan kedelai dari perlakuan pertanian organik relatif sama dengan pertanian konvensional yang menggunakan pupuk kimia buatan. Keuntungannya adalah bahwa pertanian organik menghemat konsumsi energi (bahan bakar minyak) sebesar 30 persen, menahan air lebih lama di musim kering, dan tidak memerlukan pestisida. Namun, hasil yang diperoleh pada empat tahun pertama produksinya 33 persen lebih rendah daripada perlakuan konvensional.

Keberhasilan input organik dengan menggeser peran input kimia sebagai sebuah monumen inovasi dari Revolusi Hijau 60 tahun yang lalu semula dipandang sebelah mata oleh para ilmuwan ilmu tanah yang memahami dengan baik hubungan tanah dengan tanaman. Namun, ketika gejala yang berkembang, khususnya di Amerika Serikat, makin mengkhawatirkan, beberapa pendapat mulai bermunculan. Salah satunya adalah yang diuraikan oleh Throckmorton (2007), seorang dekan dari Kansas Sate College.

Doktrin pertanian organik adalah bahwa tidak mungkin peran pupuk kimia digantikan sepenuhnya oleh pupuk organik. Pertama, jika hal itu mungkin, dunia akan kekurangan biomassa untuk produksi pupuk organik karena dosisnya luar biasa besar. Kedua, tanaman tidak hanya ditentukan oleh humus, tetapi oleh faktor-faktor lain seperti bahan organik aktif, nutrisi mineral tersedia, aktivitas mikroba tanah, aktivitas kimia dalam larutan tanah, dan kondisi fisik tanah.

Bahan organik tanah memang sering disebut sebagai “nyawa dari tanah” sebagai ekspresi dari perannya mendukung aktivitas mikroba tanah. Peran lain dari bahan ini memang diakui penting, tetapi bukan satu-satunya dalam pelarutan hara, pembenah tanah, dan kapasitas menahan air. Fakta lain menyebut bahwa bahan organik mengandung nutrisi tanaman sangat kecil. Klaim bahwa nutrisi asal bahan organik (kompos, pupuk organik) lebih “alami” dibandingkan asal pupuk kimia sangat tidak masuk akal, apalagi dihubungkan dengan kesehatan manusia. Bukti empiris menunjukkan bahwa pada tanah organik (kadar bahan organik sangat tinggi) percobaan gandum, kentang, dan kubis di Amerika Serikat pada yang dipupuk kimia buatan mencapai 5—54 kali lebih besar daripada yang tidak dipupuk kimia. Satu bukti lain bahwa organik bukan satu-satunya unsur utama dalam produksi tanaman adalah sistem hidroponik.