Pertanianku — Nusa Tenggara Timur merupakan sentra industri bambu olahan. Produk yang dihasilkan per hari mencapai 20 ton. Sementara itu, potensi lahan yang dapat ditanami bambu mencapai 40.000 hektare yang tersebar di 22 kabupaten/kota. Melalui Keputusan Gubernur Nomor 404/KEP/HK/2018 tentang HHBK Unggulan, Provinsi Nusa Tenggara Timur telah menetapkan bambu menjadi komoditas terbesar kedua dari sektor HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu).

Melansir dari laman indonesia.go.id, pemerintah setempat bekerja sama dengan Yayasan Bambu Lestari dan lembaga nirlaba Inggris, Forest Programme 4. Kerja sama tersebut bertujuan meningkatan perekonomian daerah. Mereka membangun Kampus Desa Bambu Agroforestari di Desa Ratogesa, Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada. Pembangunan tersebut sudah berlangsung sejak Mei 2021.
Kampus tersebut merupakan pusat pembibitan dan pengembangan aneka produk olahan bambu terintegrasi pertama di Indonesia. Selain itu, keberadaan kampus tersebut membuat Ngada menjadi sentra bambu nasional dengan luas lahan mencapai 10.000 hektare.
Direktur Program Yayasan Bambu Lestari, Muayat Ali Muhsi, menyebutkan, saat ini produksi bambu dan produk olahan asal NTT telah mencapai 20 ton per hari.
Pengembangan bambu sebagai produk unggulan ekonomi hijau juga sudah dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Selawi, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sejak zaman Belanda, masyarakat di daerah tersebut sudah menghasilkan berbagai produk olahan bambu. Hasil olahannya tak hanya memenuhi kebutuhan pasar lokal dan nasional, tetapi juga sudah menembus pasar ekspor. Negara tujuan ekspor produk bambu asal Selawi ini adalah Asia, Australia, dan Uni Eropa.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Teten Masduki, mengajak kementerian-kementerian lainnya untuk berkolaborasi mengembangkan potensi bambu sebagai produk unggulan pengganti kayu. Saat ini produk bambu sudah mulai diserap oleh swasta, salah satunya IKEA, jaringan toko ritel furnitur asal Swedia.
Teten menjelaskan, bambu sudah berkontribusi penting pada perekonomian pedesaan di Tiongkok, totalnya mencapai 28,4 persen. Selain itu, diperkirakan hingga 2025 nanti permintaan bambu dan produk olahannya secara global mencapai USD 93 miliar atau setara Rp1.339,2 triliun dengan kurs Rp14.400 per dolar.
Saat ini Tiongkok menjadi pemasok produk bambu terbesar dengan memenuhi 60 persen permintaan yang ada. Indonesia masih berpeluang untuk mengembangkan bambu sebagai produk unggulannya dengan memperluas potensi lahan.