Pertanianku – Salah satu komoditas perikanan yang permintaannya tinggi dan cukup berpotensi jika dikembangkan skala industri adalah belut. Bahkan, sekalipun dikembangkan dalam skala kecil, tidak akan membutnya sepi peminat.
Salah seorang pembudidaya sekaligus eksportir belut bernama Roy Ruslan, menyebutkan bahwa membudidayakan belut sebenarnya tidaklah sulit, mengingat Indonesia memiliki geografis dan iklim yang sangat mendukung untuk habitat hewan yang masuk dalam Synbranchidae ini.
Membudidayakan belut hingga siap panen dari bibit umur 1—3 bulan butuh waktu 7 bulan. Namun, Ruslan mampu menyingkatnya menjadi 4 bulan. Belut yang dipanen pria yang akrab disapa Ruslan ini rata-rata berbobot 400 gram/ekor, sama dengan bobot belut yang dihasilkan peternak belut lain. Hanya saja waktu pemeliharaan yang dilakukan Dirut PT Dapetin Global Mandiri ini lebih singkat 3 bulan dibanding mereka. Kunci suksesnya antara lain terletak pada media dan pengaturan pakan. Oleh karena itu, biaya produksi yang dikeluarkan Ruslan pun jauh lebih rendah.
Menurut Ruslan, belut akan cepat besar jika medianya cocok. Media yang digunakan Ruslan terdiri atas lumpur kering, kompos, jerami padi, pupuk TSP, dan mikroorganisme stater. Peletakannya pun diatur, bagian dasar kolam dilapisi jerami setebal 50 cm. Di atas jerami disiramkan 1 liter mikroorganisme stater. Berikutnya kompos setinggi 5 cm. Media teratas adalah lumpur kering setinggi 25 cm yang sudah dicampur pupuk TSP sebanyak 5 kg.
Menurutnya, karena belut tetap memerlukan air sebagai habitat hidupnya, kolam haruslah diberi air sampai ketinggian 15 cm dari media teratas. Jangan lupa tanami eceng gondok sebagai tempat persembunyian atau shelter belut.
Selain itu, hal penting yang harus diperhatikan lainnya adalah pakan. Pakan yang diberikan belut harus segar dan hidup, seperti ikan cetol, ikan impun, bibit ikan mas, cacing tanah, belatung, dan bekicot.
Pakan diberikan minimal sehari sekali di atas pukul 17.00. Untuk menambah nafsu makan dapat diberi temulawak atau Curcuma xanthorhiza. Sekitar 200 g temulawak ditumbuk lalu direbus dengan 1 liter air. Setelah dingin, air rebusan dituang ke kolam pembesaran. Pilih tempat yang biasanya belut bersembunyi.
Pelet ikan pun dapat diberikan sebagai pakan selingan untuk memacu pertumbuhan. Pemberiannya ditaburkan ke seluruh area kolam. Tak sampai beberapa menit biasanya anakan belut segera menyantapnya. Pelet diberikan maksimal 3 kali seminggu. Dosisnya 5% dari bobot bibit yang ditebar. Jika bibit yang ditebar 40 kg, pelet yang diberikan sekitar 2 kg.
Selain pakan, hal yang harus diperhatikan adalah kualitas air. Bibit belut menyukai pH 5—7. Selama pembesaran, perubahan air menjadi basa sering terjadi di kolam. Air basa akan tampak merah kecokelatan. Penyebabnya antara lain tingginya kadar amonia seiring bertumpuknya sisa-sisa pakan dan dekomposisi hasil metabolisme. Belut yang hidup dalam kondisi itu akan cepat mati. Untuk mengatasinya, pH air perlu rutin diukur. Jika terjadi perubahan, segera beri penetralisir.
Suhu air pun perlu dijaga agar tetap pada kisaran 26—28 °C. Peternak di daerah panas bersuhu 29—32 °C, seperti Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi, perlu hujan buatan untuk mendapatkan suhu yang ideal.