Pertanianku – Seiring dengan bertambahnya populasi penduduk Indonesia, konsumsi cabai juga terus meningkat. Hingga saat ini, keberadaan cabai belum dapat disubstitusi dengan komoditas hortikultura lainnya. Semakin bervariasi jenis makanan yang menggunakan cabai, kebutuhan cabai per hari akan terus meningkat. Oleh karena itu, peluang pengembangan agribisnis cabai masih terbuka lebar.
Menurut Kepala Pusat Informasi Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, setiap hari dipasok cabai sebanyak 122—156 ton ke pasar tersebut, di antaranya cabai merah besar, cabai merah keriting, cabai hijau, dan cabai rawit. Menurutnya, setiap minggu jumlah pasokan nyaris mencapai 1.000 ton. Pasokan cabai di Pasar Induk Kramat Jati didatangkan dari berbagai sentra penanaman di tanah air, antara lain Tasikmalaya, Bandung, Sukabumi, Magelang, Wonosobo, Yogyakarta, dan Banyuwangi.
Dari Pasar Induk Kramat Jati, cabai didistribusikan ke berbagai pasar di wilayaJakarta dan sekitarnya, pedagang eceran, pasar modern, hotel, restoran, dan katering. Pasar tradisional merupakan penyerap komoditas cabai terbesar, yakni mencapai 90% dari total pasokan.
Sejumlah besar pemasok yang ada saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan pasar. Buktinya, harga masih sangat mudah terombang-ambing. Saat pasokan seimbang dengan permintaan, harga cabai relatif stabil. Namun, saat pasokan berkurang, harga cabai melonjak tinggi. Sebagai contoh, pada April 2012 lalu, penjualan cabai di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, cenderung sepi karena harga jual mencapai Rp45.000,00/ kg dari yang awalnya hanya Rp30.000,00/kg.
Penurunan penjualan hingga 50% itu dipicu oleh rencana kenaikan harga bahan bakar minyak dan pasokan cabai yang tersendat. Pedagang di Pasar Tampunguntung, Palangkaraya, mengungkapkan, harga cabai rawit yang tinggi membuat penjualan menurun drastis.
Sumber: Buku Agriflo Cabai