Pemanfaatan Eceng Gondok dalam Budidaya Udang Galah

Pertanianku – Eceng gondok, merupakan tanaman yang tumbuh di danau atau rawa. Tanaman ini bisanya dianggap sebagai perusak lingkungan. Namun, Dinas Kelautan dan Pertanian (DKP) Bantul dan Prawiro—salah seorang petani di Bantul, Yogyakarta—memanfaatkan eceng gondok untuk membudidayakan udang galah. Pasalnya, eceng gondok dapat membantu pertumbuhan udang galah dengan baik.

“Hasilnya sangat lumayan dan ongkos produksi sangat kecil,” kata Prawiro.

Eceng gondok menjadi tempat berlindung udang galah ketika siang hari. Selain itu, eceng gondok juga berfungsi sebagai katalisator (penawar) racun dalam air yang dihasilkan oleh pakan atau yang terbawa dari aliran air Sungai Opak. Selama enam bulan memelihara udang galah hasilnya menggembirakan. Dengan pemeliharaan 2.000 benur, tingkat kematiannya di bawah 10%.

Menyoal cara budidaya yang dilakukan Prawiro, ia menuturkan bahwasanya sebelum ditaburi benih udang galah (benur), kolam dikeringkan selama dua pekan. Kolam dengan dasar tanah dan dinding beton itu lantas ditaburi dengan kotoran sapi sebanyak 1,5 kuintal dan ditaburi bubuk batu kapur sebanyak 30 kilogram (kg).

Selama dua pekan, kolam akan mengering dan baru dialiri air. Setelah itu, biarkan beberapa hari air terus menggenang dan baru diberi tanaman muda eceng gondok. Agar eceng gondok tidak menyebar, sengaja dipasang batang bambu berbentuk persegi empat sebagai sekat. Batang bambu tersebut juga fleksibel, bisa naik turun sesuai ketinggian air di dalam sungai.

“Dengan bambu, eceng gondok bisa mengumpul di tengah dan masih menyisakan ruang terbuka di pinggir-pinggir kolam,” lanjutnya.

Lebih lanjut Prawiro menjelaskan, setelah bibit udang ukuran 2—4 cm dilepas, ia tak melakukan perawatan khusus kecuali menjaga agar air terus mengalir. Hanya saja, ia selalu memerhatikan tata cara pemberian pakan, menurutnya dalam pemberian pakan udang galah harus ekstra hati-hati agar kadar yang diberikan sesuai.

Dalam hal pemeliharaan udang, Prawiro pun memanfaatkan pakan alami dari kotoran sapi. Menurutnya hal tersebut mampu mensubstitusi kebutuhan makanan udang yang dipeliharanya. Selama berproduksi, dia hanya mengeluarkan biaya membeli pelet tak lebih dari 40 kg. Pengeluaran lain hanya membeli benur yang harga satuannya Rp35 per ekor. Sementara itu, hasil panenannya lumayan, karena 1 kg hanya diisi 35 udang galah ukuran sedang.