Pemerintah Diminta Lakukan Perluasan Lahan Garam Ketimbang Impor

Pertanianku — Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) mengimbau pemerintah agar berhati-hati dalam memutuskan impor garam. Untuk itu, pemerintah diminta untuk melakukan perluasan lahan garam dan mendorong penguatan petani serta produksi lokal ketimbang terus menerus impor.

Perluasan lahan garam
Foto: Google Image

Menurut Suryani, Ketua Umum HIPPI, banyak pemilik lahan garam yang berhenti beroparasi dan meninggalkan profesi sebagai petambak garam.

“Akibat kuota (impor) yang besar, banyak petambak garam yang sulit bersaing dan menilai bertani garam tak lagi menguntungkan. Untuk itu, pemerintah harus kembali membuka program perluasan lahan produksi garam,” tutur Yani dalam keterangan resmi, Selasa (20/3).

Ia mengatakan, persoalan utama garam industri di Indonesia adalah kadar Natrium Chlorida (NaCl) yang belum bisa mencapai angka 97,4 persen. Untuk itu, Yani menyarankan agar pemerintah melibatkan ilmuwan, lembaga riset, dan juga perguruan tinggi di Indonesia untuk ikut terlibat dalam menyelesaikan masalah tersebut.

“Tantangan berikutnya yang muncul, kurang maksimalnya pengelolaan produksi PT Garam Indonesia dalam menyerap garam rakyat,” katanya.

Dalam hal ini, lanjut Yani, pemerintah perlu memperkuat PT Garam agar BUMN tersebut mampu menyerap produksi garam di setiap daerah dan bersinergi dengan pengusaha garam lainnya. Selain itu, PT Garam juga harus memberikan insentif kepada petani lokal untuk meningkatkan produksinya.

Hal-hal tersebut perlu dilakukan sebagai langkah jangka panjang agar Indonesia tak selalu bergantung pada impor garam. Pemerintah, harus fokus mencapai swasembada dan kedaulatan garam nasional.

Yani menilai, rencana impor garam yang kini bergulir merupakan bentuk ketidakseriusan dan ketidakmampuan pemerintah dalam memperbaiki tata kelola garam secara nasional.

Pemerintah juga dinilai kurang maksimal menjalankan program revitalisasi industri garam dalam negeri, serta kurang dalam penguatan petani dan industri garam lokal.

Kisruh impor garam yang kini terjadi, menurut Yani, merupakan akibat dari tidak maksimalnya koordinasi dalam kabinet Presiden Joko Widodo. Di awal 2018, Kementerian Perekonomian menetapkan kuota impor 3,7 juta ton, sedangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan hanya menetapkan 2,17 ton.

“Dalam lima tahun ke depan penting bagi pemerintah membuat program revitalisasi garam untuk kebutuhan indusri dan konsumsi, mendorong agar kebutuhan industri dapat dipenuhi oleh petani sesuai kualitas, tanpa harus impor,” tegas Yani.