Pertanianku – Karet akan baik pertumbuhannya jika ditanam di daerah yang memiliki ketinggian antara 0-400 m di atas permukaan laut, dengan kemiringan maksimum 45o. Jika ditanam di daerah yang memiliki ketinggian di atas 400 m dari permukaan laut, maka pertumbuhannya menjadi lambat. Apalagi jika tumbuh di ketinggian 600 m dari permukaan laut dan tanahnya mulai kritis, hasil yang diperoleh sangat rendah dan mudah terjangkit penyakit meskipun dirawat dengan baik. Walaupun tanaman ini ditanam pada ketinggian antara 0—400 m dari permukaan laut kalau tanahnya bekas persawahan atau selalu tergenang air, maka pertumbuhannya tetap kurang memuaskan.
Dewasa ini pengembangan areal perkebunan karet, baik rakyat maupun besar, ditujukan pada jenis tanah podsolik merah kuning. Jenis tanah ini terutama dijumpai di empat pulau terbesar di Indonesia, yaitu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Tanah ini memiliki sifat asam, berpasir, mudah terjadi pencucian, liat, dan berombak. Selain itu, tanah podsolik merah kuning memiliki daya menyimpan air yang sangat rendah sehingga tidak mudah tergenang. Ditinjau dari kesuburannya, jenis tanah ini tergolong sangat rendah hingga rendah. Rendahnya tingkat kesuburan ini disebabkan karena tanah ini tergolong asam sehingga terjadi fiksasi hara fosfor (P) oleh unsur aluminium (Al) dan besi (Fe).
Dianjurkan jangan menanam karet di daerah bekas hutan. Tanah bekas kebunkaret dan bekas ditumbuhi alang-alang akan lebih baik, asalkan penjalaran akar tidak terhalang. Oleh karena itu, bila diperoleh lapisan cadas atau batu saat penanaman, sebaiknya lapisan itu disingkirkan atau dihancurkan.
Perkebunan karet sebaiknya terdapat pada satu areal, jangan sampai terpencar. Penyatuan areal ini dimaksudkan agar tanaman mudah dikontrol. Tanaman karet menghendaki daerah dengan curah hujan antara 1.500—4.000 mm per tahun dan merata sepanjang tahun, yang terbaik antara 2.500—4.000 mm dengan 100—150 hari hujan.
Sumber: Buku Panduan Lengkap Karet