Pengembangan Kampung Alpukat di Cianjur dengan Sistem Integrated Farming

Pertanianku — Pengembangan Kampung Alpukat di Cianjur merupakan salah satu bentuk program Kampung Hortikultura yang mengusung konsep One Village One Variety (OVOV) yang dibangun di dalam satu wilayah administratif desa. Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto, mengungkapkan, Kampung Hortikultura bertujuan membentuk kawasan hortikultura yang besar dan menyejahterakan petani.

kampung alpukat
foto: Pixabay

Kampung Alpukat terletak di Kecamatan Cempaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Kampung ini berada di wilayah lokasi Kelompok Tani (Poktan) Sukatani 2. Adapun jenis alpukat atau avokad yang dikembangkan adalah varietas mentera atau mentega merah.

Kepala Seksi Produksi Tanaman Hias dan Buah-buahan Dinas Pertanian Perkebunan, Pangan, dan Hortikultura Kabupaten Cianjur, Yatti Rachmawati, mengatakan, pemilihan avokad sebagai komoditas yang dikembangkan merupakan keputusan yang tepat. Pasalnya, buah ini merupakan komoditas yang diprioritaskan di Cianjur.

“Alpukat ini menjadi salah satu komoditas buah yang diprioritaskan di Cianjur. Oleh karena itu, Poktan Sukatani 2 sebagai penerima bantuan sangat antusias dalam mengembangkan Kampung Alpukat ini. Untuk lokasi, Desa Sukadana dipilih karena ada kesesuaian agroklimat untuk komoditas alpukat. Kemudian di sini ada potensi dan kompetensi dari para petaninya untuk mengembangkan alpukat varietas mentera,” papar Yatti seperti dilansir dari laman hortikultura.pertanian.go.id.

Poktan Sukatani 2 juga dikenal sebagai Kelompok Agrofram sudah mulai melakukan penanaman perdana pada Kampung Hortikultura ini pada Oktober 2021. Ketua Poktan Sukatani 2, H. Karmawan, menilai, hingga saat ini perkembangan Kampung Alpukat dinilai sangat bagus.

“Dari 1.000 pohon, hanya 26 pohon saja yang gagal tumbuh. Selebihnya, berhasil tumbuh dengan baik dan terlihat perkembangannya sangat bagus. Pohon alpukat ini dalam 3 tahun ke depan juga diharapkan tidak hanya menghasilkan alpukat saja, tetapi bisa menjadi pohon naungan bagi tanaman lain, seperti kopi dan asparagus. Ini bukti bahwa Agrofarm mengembangkan sistem integrated farming,” terang Karmawan.

Karmawan melanjutkan, pohon-pohon avokad di kawasan ini sudah bisa dipanen di tahun ke-4. Total estimasi pendapatan sekitar Rp137.500.000 dalam 3 kali panen. Diperkirakan petani sudah bisa balik modal di tahun ke-5. Keuntungan yang didapatkan dari kampung hortikultura ini dapat terus bertambah dengan pengembangan area Kampung Alpukat di lahan-lahan kosong yang tersedia di Desa Sukadana.

Pembina Agrofarm, Wisnu Wardoyo, menjelaskan, Agrofarm telah mengimplementasikan integrated farming. Oleh karena itu, di Agrofarm tidak hanya menjadi kawasan pertanian, tetapi juga menjadi kawasan peternakan dan perikanan. Sektor peternakan di kawasan ini berperan penting menyumbang pupuk kandang organik, sedangkan perikanan berperan menjadi barometer pencemaran.

“Di sini, sistemnya adalah integrated farming. Termasuk dari pupuknya yang menggunakan pupuk alami dari kotoran hewan yang ada di peternakan kami. Jadi, kita tidak membeli pupuk dari luar. Dengan integrated farming, biaya produksi dapat lebih hemat bisa sekaligus melakukan penanaman beberapa tanaman dan setiap hari selalu ada yang dipanen sehingga jauh lebih menguntungkan,” jelas Wisnu.