Pertanianku — Hingga kini, Indonesia tercatat masih melakukan impor singkong untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Walau begitu, pada tahun ini impor tersebut mengalami penurunan dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Ketua Komite Tetap Ketahanan Pangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Franciscus Welirang mengatakan, impor singkong yang dilakukan Indonesia memang turun naik. Dalam 4 tahun terakhir, impor singkong tertinggi terjadi pada 2016, yaitu sebesar 940 ribu ton.
“Impor kita naik turun. Di 2015 840 ribu ton, 2016 sebesar 940 ribu ton, di 2017 740 ribu ton. Di 2018 turun, sampai September tercatat 230 ribu ton. Kemungkinan sampai akhir tahu 400 ribu atau 500 ribu ton. Artinya Indonesia masih impor,” ujar dia di Jakarta, mengutip Merdeka.com, Rabu (12/12).
Dia menyatakan, impor ini dilakukan lantaran kebutuhan singkong yang begitu besar di dalam negeri. Sebab, singkong merupakan bahan baku industri hingga dijadikan pakan untuk ternak.
“Singkong ini dipakai untuk pabrik kertas. Indonesia adalah salah satu pemasok dunia untuk kertas dan singkong pasti dibutuhkan industri di Indonesia. Singkong itu dibutuhkan oleh industri tekstil kita. Industri bio ethanol, bio energi,” kata dia.
Menurut Franky, hampir semua bagian dari singkong bisa diolah dan memiliki nilai tambah. Oleh karena itu, dirinya mendorong agar singkong bisa lebih banyak diproduksi di dalam negeri.
“Kulit singkong sendiri bisa digunakan. Ampasnya bisa digunakan untuk biogas, itu untuk energi. Dan diampas lagi untuk pupuk. Semua ini harus punya nilai,” papar dia.