Penyuluh di Tegal Dianugerahi Satyalancana Setelah Memanfaatkan Magot sebagai Pakan Ikan

Pertanianku — Tingginya harga pakan ikan menjadi salah satu permasalahan yang kerap dialami pembudidaya, pasalnya proporsi biayanya dapat mencapai 60—80 persen. Penyuluh Perikanan Pertama pada Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan Tegal BRSDM, Mahmud Efendi mulai mengembangkan magot sebagai salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan harga pakan. Atas upayanya tersebut, ia mendapatkan Satyalancana Wira Karya dari Presiden Joko Widodo.

magot
foto: kkp.go.id

Pengembangan magot tak hanya dapat mengatasi permasalahan harga pakan yang tinggi, tetapi juga bisa mengatasi permasalahan sampah rumah tangga yang terus bertambah setiap harinya.

Magot dapat menjadi bahan pakan alternatif untuk mengganti tepung ikan. Pakan alternatif ini dihasilkan dari proses proses biokonversi. Biokonversi sendiri merupakan proses untuk mengubah bentuk dari produk yang kurang bernilai menjadi produk bernilai dengan menggunakan agen biologi, dalam hal ini adalah serangga BSF (black soldier flies).

Atas prestasi dalam mengembangkan magot sebagai solusi untuk mengatasi masalah harga pakan ikan dan sampah rumah tangga, Mahmud dianugerahi Tanda Kehormatan Satyalencana Wira Karya dari Presiden Joko Widodo. Penghargaan tersebut diserahkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.

Mahmud dinilai berhasil memasyarakatkan dan mendampingi proses cloning budidaya BSF sebagai solusi pengolahan sampah penghasil pakan ikan alternatif yang ramah lingkungan. Selain itu, pakan tersebut juga lebih murah, sederhana, dan mengandung protein tinggi, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Kepada Bapak, Ibu, penerima Satyalencana hari ini, Anda merupakan ujung tombak terdepan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk hadir di tengah-tengah masyarakat kelautan dan perikanan dalam memberikan pelayanan yang terbaik,” kata Trenggono seperti dilansir dari kkp.go.id.

Mahmud menilai magot berpotensial menjadi pakan ikan karena memiliki nilai gizi yang cukup baik dengan kadar protein mencapai 40—50 persen. Selain itu, pakan alternatif ini terbilang mudah dibudidayakan secara massal.

Menurut Mahmud budidaya air tawar dari tahun ke tahun di Temanggung terus meningkat. Sayangnya, harga pakan terus menjadi kendala utama yang selalu dialami pembudidaya. Hal ini disebabkan oleh suhu di Temanggung terbilang sejuk sehingga butuh waktu yang lebih lama untuk membudidayakan ikan dibanding di dataran rendah.

Di sisi lain, kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Temanggung saat ini sudah terisi lebih dari 90 persen. Untuk mengatasi permasalahan sampah tersebut, Mahmud berkoordinasi dengan pihak Dinas Lingkungan Hidup untuk menjadikan budidaya magot BSF sebagai salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan sampah di TPS 3R, Bank Sampah, TPSD di Temanggung.

Mahmud menambahkan produksi ikan konsumsi di Temanggung berdasarkan data Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Temanggung pada 2019 untuk lele mencapai 4.210,74 ton, ikan nila 4.009,23 ton, dan ikan mas 4.126,5 ton. Total produksi mencapai 12.346,22 ton. Estimasi kebutuhan pakan pabrikan untuk ikan konsumsi dengan FCR 1,5 adalah 18.599,23 ton.

Estimasi biaya yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh kebutuhan pakan tersebut mencapai Rp222,23 miliar. Jika 50 persen pakan pabrikan diganti dengan magot BSF, pembudidaya di daerah tersebut dapat menghemat hingga Rp111 miliar.