Pertanianku — Inflasi pangan terendah sepanjang sejarah tercatat 1,26 persen pada 2017 lalu. Adapun andil pengeluaran bahan makanan terhadap inflasi di tahun yang sama terendah dalam periode 2014—2018, yaitu 0,26 persen. Hal ini berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat inflasi dan andil kelompok pengeluaran bahan makanan dalam empat tahun terakhir.

“Hal ini tentunya tidak terlepas dari peran sektor pertanian dalam upaya pengendalian inflasi,” ujar Agung Hendriadi Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian saat acara Bincang Asyik Pertanian Indonesia (BAKPIA) di Pusat Informasi Agribisnis (PIA), di Jakarta beberapa waktu lalu.
Upaya pengendalian inflasi pangan dapat melalui tiga aspek seperti ketersediaan, distribusi, dan ketermanfaatan. Aspek ketersediaan dilakukan dengan peningkatan produksi pangan, menjaga luas tanam bulanan sesuai kebutuhan, serta mendekatkan pusat produksi kepada konsumen.
Dari aspek distribusi yang bisa dilakukan adalah berusaha menjaga pasokan dan harga pangan. Terobosan Kementan dalam aspek ini adalah mengembangkan e-commerce Toko Tani Indonesia (TTI) untuk memudahkan distribusi pangan dan efisiensi tata niaga.
“Rantai pasok antara petani sebagai produsen dengan konsumen bisa sangat panjang. Karena itu, kami turut mengembangkan e-commerce TTI. Ini dilakukan untuk memangkas rantai pasok. Melalui layanan online berbasis aplikasi ini, TTI sebagai outlet dapat memesan beras segar langsung kepada Gapoktan,” jelas Agung.
Tata niaga pangan yang panjang cenderung membuat harga menjadi mahal. Ini karena masing-masing pelaku rantai pasok akan mengambil keuntungan (marjin) dari barang tersebut.
“Kehadiran TTI yang mampu memperpendek mata rantai distribusi pangan, tentunya juga berkontribusi dalam memengaruhi tingkat inflasi,” ujar Agung.
Menurut Agung, selain e-commerce, Kementan juga membantu distribusi dengan secara intensif untuk mengendalikan pasokan pada hari besar keagamaan nasional (HBKN), memonitor harga pangan harian, operasi pasar, dan pengembangan lumbung pangan masyarakat.
Sementara, aspek pemanfaatan pangan, Agung menjelaskan bahwa Kementan menjalankan program pengendalian pola konsumsi masyarakat dengan menjaga ketersediaan dan kebutuhan pangan melalui pengembangan pola konsumsi pangan beragam, bergizi, seimbang, aman (B2SA), kampanye antipemborosan dan food waste, serta mendorong pemanfaatan bahan baku lokal dalam industri.
“Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) merupakan komitmen Kementan untuk mendekatkan pusat produksi pangan ke konsumen melalui penyediaan pangan yang cukup, beragam, dan bergizi seimbang bagi masyarakat,” tutur Agung.