Pertanianku — Dahulu porang hanya dianggap sebagai tumbuhan liar dan jarang dimanfaatkan oleh masyarakat. Tak heran, masih sedikit yang tertarik untuk membudidayakan tanaman porang. Namun, seiring berkembangnya ilmu, banyak peneliti yang menemukan beragam manfaat dari umbi ini. Dengan begitu, permintaan umbi porang semakin melejit, bahkan permintaannya berasal dari luar negeri.

Porang diminati oleh Jepang, Tiongkok, Vietnam, dan Australia. Umumnya, umbi porang digunakan sebagai bahan baku pada industri makanan.
Budidaya tanaman porang memerlukan bibit sebagai modal utama. Ada banyak cara untuk menyediakan bibit porang, mulai dari cara perbanyakan generatif hingga vegetatif, seperti umbi batang, cabutan, setek daun, setek umbi, dan bulbil. Dilansir dari litbang.pertanian.go.id, di antara sekian banyak cara perbanyakan, bulbil dinilai paling efektif.
Bulbil merupakan umbi generatif berwarna cokelat gelap yang akan tumbuh di bagian pangkal daun dan ditandai dengan bintik gelap pada pangkal daun. Jumlah bulbil yang dihasilkan bergantung pada ruas percabangan daun. Ukurannya sangat beragam, mulai dari seukuran ujung pena hingga seukuran kepalan tangan anak kecil.
Tanaman porang bisa menghasilkan sebanyak 1—20 bulbil berbentuk daun. Ukurannya sangat beragam bergantung pada letak bulbil di percabangan tulang daun. Bulbil tersebut sudah bisa dipanen saat tanaman memasuki fase penuaan dan dorman.
Bulbil yang digunakan untuk benih harus berasal dari tanaman yang sudah tua dengan ciri-ciri warna daun yang menguning, daun dan tangkai terlihat layu, dan benih mudah dilepaskan. Bulbil pada tanaman yang masih segar akan sulit dilepaskan sehingga benih yang didapatkan menjadi kurang bagus.
Setelah bulbil terkumpul, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan ialah mempersiapkan media semai yang berupa campuran pasir dan tanah atau kompos. Bulbil kemudian disemai dengan posisi mata menghadap ke bagian atas agar mudah bertunas. Setelah tunas keluar, bibit porang sudah siap ditanam ke lahan.
Jarak tanam yang optimal untuk umbi porang sekitar 35—70 cm. Jarak tanam tersebut perlu diubah dengan cara menanam bulbil terbesar yang jatuh pada musim dorman di siklus pertama, berdampingan dengan tanaman porang yang pertama kali ditanam dengan jarak optimal. Perubahan jarak tersebut berfungsi memastikan agar tiga tahun kemudian porang dapat dipanen setiap satu tahun sekali.