Pertanianku – Ayam kampung merupakan ayam tradisional di Indonesia yang kehidupannya sudah lekat dengan manusia. Ayam kampung sudah menyatu dengan pola hidup agraris orang Indonesia sejak zaman dahulu kala. Hal itu karena pada zaman dahulu belum ada kota metropolitan seperti sekarang dan baru ada kampung-kampung sederhana maka jadilah ayam tradisional kita itu dinamakan ayam kampung.
Mengapa diternakkan? Masalahnya, bila ada yang meminta maka pantas bila ada yang berusaha untuk memenuhi permintaan itu. Bila ada yang mau membeli atau mencari daging ayam kampung maka pantas bila ada orang yang mau menernakkan ayam kampung. Semakin banyak orang yang meminta maka semakin banyak pula orang yang mau memenuhi permintaan itu melalui beternak ayam kampung maupun sebagai pengecer dan penyalurnya.
Tingginya permintaan telur dan daging ayam kampung lebih disebabkan oleh rasanya yang telah lekat di lidah masyarakat. Apabila ditinjau dari sisi produktivitas, ayam kampung sebenarnya “tidak layak” diusahakan. Hal ini disebabkan oleh produksi telurnya sedikit dan untuk mencapai umur layak jual (daging) membutuhkan waktu >12 bulan. Meskipun, saat ini telah banyak penelitian yang dapat mempercepat masa panen daging ayam kampung menjadi 60 hari. Bahkan, ada jenis ayam kampung unggul yang sudah bisa dipanen pada umur 6 minggu (hasil penelitian Dr. Ir. M. Aman Yaman, M. Agric. Sc. dari Universitas Syiah Kuala, Aceh). Namun, tetap saja produktivitas ayam kampung tidak bisa disamakan dengan ayam ras.
Walaupun ayam kampung “tidak layak” diusahakan, tetapi permintaannya tetap tinggi. Oleh karena itu, bila akan mengusahakan ternak ayam kampung maka hendaknya mengetahui beberapa hal mengenai ayam tersebut.
1) Banyak orang yang tidak menyadari bahwa kemampuan antara ayam ras dengan ayam kampung berbeda. Jadi, jangan menyamakan segala sesuatu antara ayam kampung dengan ayam ras. Keduanya memang sama-sama ayam, tetapi berbeda kemampuannya. Bila menyamakan antara ayam kampung dengan ayam ras maka masalahmasalah teknis akan merebak dan berujung pada kerugian dan kekecewaan. Masalah teknis yang dapat menyebabkan kekecewaan adalah masa panen yang lama. Bila dalam masa tunggu atau masa membesarkan itu tidak cukup modal kerja maka kekecewaan pasti ada.
2) Ayam kampung bukan merupakan ayam yang efisien dala memanfaatkan makanan, tetapi mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap lingkungannya. Selain itu, sifat genetisnya (kebakaan atau sifat keturunannya) tidak seragam dan belum dapat diarahkan. Akibatnya, produktivitas ayam kampung tersebut sangat beragam. Keragaman inilah yang menyebabkan keragaman lain, misalnya keragaman kesehatan (ketahanan terhadap suatu penyakit) atau keragaman dalam masa panen. Semua itu tentu bisa menjadi masalah bila tidak segera diatasi.
3) Untuk ayam kampung tidak ada istilah “ayam kampung pedaging dan ayam kampung petelur”. Hal ini disebabkan oleh ayam kampungbertelur sebagaimana halnya bangsa unggas dan mempunyai daging selayaknya hewan pada umumnya. Faktor permintaan konsumenlah yang menentukan peternak mau menjual telur atau menjual dagingnya (ayam potong).
4) Akibat dari poin pertama adalah jangan mengharapkan pada umur dua bulan anak ayam kampung dapat dijual sebagai ayam potong (pedaging). Pada umur tersebut anak ayam kampung belum sebesar kepalan orang dewasa atau masih kecil sekali. Umur panen ayam kampung memang lama, lebih dari satu tahun.
5) Ayam kampung memang ada yang mulai bertelur pada umur enam bulan. Namun, perlu disadari bahwa keragamannya besar, artinya antara rencana dengan kenyataan bisa berbeda. Hal ini terjadi karena ayam kampung tidak memiliki genetis yang seragam. Oleh karena itu, sekitar umur delapan bulan barulah telur-telur bisa dijual. Itu pun bila makanan dan kesehatannya baik.
6) Akibat pertumbuhan dan kemampuan bertelur yang lambat maka terjadi pemborosan modal kerja. Sementara itu, penyusutan berjalan terus dan biaya tetap (fixed cost) terus keluar. Hal ini yang harus disadari bahwa waktu panen untuk ayam kampung memang lambat sehingga tingkat pengembalian modal pun lambat. Namun, keadaan tersebut tidak akan terjadi bila kita memakai sistem sekuensial (berkesinambungan atau kelompok).
7) Ayam kampung betina tetap dapat bertelur sekali pun tanpa aya jantan (salah satu ciri bangsa unggas). Ini harus diingat untuk Andayang mau beternak ayam kampung yang khusus diambil telurnya saja dan kelak betina tuanya dijual sebagai ayam potong. Salah bila ada anggapan bahwa ayam kampung betina tidak bertelur bila tidak dikawini. Prinsip tersebut benar untuk mamalia (hewan yang menyusui anaknya melalui puting susu dan ada ambing) karena mamalia bertelur dan membesarkan anaknya di dalam tubuhnya. Bangsa unggas seperti ayam kampung ini bertelur dengan mengeluarkan telur dari tubuhnya. Hanya saja telur yang tidak dikawini tersebut tidak dapat ditetaskan sehingga hanya untuk telur konsumsi. Bila mau menjual telur seperti itu, tidak diperlukan pejantan sehingga menghemat tempat dan makanan (ayam jantan membutuhkan makan lebih banyak). Bila mau menjual anak ayam kampung, memang harus memelihara juga ayam jantan sehingga telur yang dihasilkan ayam betina akan memiliki tunas. Telur inilah yang dinamakan telur tetas.
Secara teknis ayam kampung sebenarnya relatif lebih mudah diternakkan karena daya adaptasi terhadap lingkungan yang sudah berlangsung sejak zaman dahulu. Hanya produktivitasnya yang rendah atau hasil berupa telur dan daging tidak banyak (per ekor tentunya). Dengan demikian, pada prinsipnya Anda tidak perlu mencari-cari berbagai keunggulan ayam kampung bagaikan ayam ras. Terimalah ayam kampungapa adanya, justru itulah kelebihan ayam kampung.
Sumber: Buku Enam Kunci Sukses Beternak Ayam Kampung