Perkembangan Usaha Sarang Walet dari Dulu Hingga Kini

Pertanianku Sarang walet pernah menjadi komoditas yang menggiurkan dan hingga saat ini masih menjadi primadona ekspor asal Indonesia. Namun, sejak pandemi COVID-19 bisnis walet dikabarkan mengalami penurunan. Praktisi walet, Ko Abeng, mengatakan, belakangan ini harga walet sudah mulai membaik.

sarang walet
foto: Pertanianku

“Masih mendingan lah ya. Dulu kan tahun 98–99, pasaran walet itu sempat sampai Rp35.000 per gram, Rp35 juta sekilo, saya mengalami. Terus, tahun berikut-berikutnya turun ke Rp15.000. Nah, pasar sekarang, pandemi mungkin ada hal apa gitu ya di luar sana, aku kurang menguasai bagian pemasaran luar, ekspor. Sekarang pemasaran yang masih unggul itu daerah Serawak ke Kalimantan. Itu sekitar Rp12,5 juta per kilo. Kalau di daerah Jawa ini paling Rp10 juta per kilo untuk yang plontos atau mangkok,” terang Ko Abeng di acara “Kelas Trubus: 100 Juta Pertama dari Panen Sarang Walet” pada Trubus Expo Digital Edition 2022, Jumat (27/01).

Dahulu, Pulau Jawa menjadi salah satu daerah penghasil walet yang bagus. Saat ini sentra walet semakin meluas di berbagai wilayah di Indonesia, tak hanya ada di Jawa. Namun, setelah tingkat polusinya meningkat, saat ini justru populasi walet yang masih tergolong baik berada di Sumatera. Hal ini karena tingkat polusi yang masih rendah dan sumber pakan melimpah.

Kondisi yang sangat menguntungkan bagi burung walet menyebabkan sarang yang dihasilkan berkualitas. Dengan begitu, harga jual sarang dari kawasan tersebut semakin mahal. Kondisi serupa juga terjadi di daerah Sulawesi.

“Jawa ini karena polusinya sudah tinggi, terus lagi lahannya buat masyarakat, begitu juga dengan pakannya agak berkurang. Tapi, walaupun begitu, di Jawa masih kuat panen 4–5 kali,” ungkapnya.

sarang walet
foto: Pertanianku

Menurut Ko Abeng, peluang usaha walet masih terbilang cukup baik, sekalipun di Jawa. Hanya, hasilnya kurang optimal bila hanya mengandalkan satu gedung. Beberapa daerah di Pulau Jawa yang masih berpotensi adalah Majalengka, Garut, dan Karawang. Sementara itu, di daerah Kalimantan, peternak walet cukup mengumpulkan sarang hanya dari satu rumah walet untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Saat ingin menentukan lokasi rumah wallet, Ko Abeng menyarankan kepada masyarakat untuk melihat tiga hal, yakni lokasi daerah sentral, daerah lintasan, dan daerah buruan.

“Kalau kita mau bikin (rumah) walet, kita kan lihat suasananya dulu dari alamnya, polusinya, terus lagi pake alat juga. Kalau burung sudah datang, bikin saja. Tapi saran saya jangan terlalu mewah, sederhana aja,” jelas Ko Abeng.

Ko Abeng selalu memberikan pesan kepada pemula yang ingin budidaya walet untuk tidak berlebihan saat membangun rumah walet. Modal paling besar yang dibutuhkan kurang lebih Rp100 juta. Selama satu tahun, pemula tersebut akan mendapat pendampingan dari Ko Abeng.

Setelah itu, Ko Abeng akan mengenalkannya pada pengepul. Pasalnya, sering ditemukan permainan pasar, padahal produk sarang walet pasti selalu laku terjual. Hal ini seharusnya menjadi perhatian bersama bagi pemerintah daerah dan pusat untuk melindungi produsen dari permainan harga.