Perkembangan Walet di Indonesia

Pertanianku  Populasi walet di Indonesia tersebar di berbagai daerah. Bahkan, di pulau terpencil pun terdapat kehidupan walet yang menghuni gua-gua kapur. Semakin lama, populasi walet terus berkembang dengan lokasi sentra baru yang terus bermunculan, terutama di daerah-daerah yang subur. Indonesia termasuk salah satu negara penghasil dan pengekspor sarang walet yang terbanyak, yaitu mencapai lebih dari 75% dari kebutuhan dunia. Sisanya dipenuhi oleh Vietnam, Thailand, Malaysia, Myanmar, Cina bagian selatan, dan Filipina.

Perkembangan Walet di Indonesia

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika kini mulai banyak bermunculan pebisnis yang terjun di dunia perwaletan. Sarang walet di Indonesia mulai dikenal pada tahun 1720. Pada waktu itu, Lurah Sadrana menemukan sarang burung di daerah Kebumen, Jawa Tengah, yaitu di gua Karang Bolong. Penemuan itu terjadi secara tidak sengaja. Lurah Sadrana melihat sekelompok walet beterbangan memasuki gua di tebing pantai. Karena tertarik, Lurah Sadrana mencoba memasuki gua. Di dalam gua tersebut, ia menemukan bendakeputih-putihan yang tersebar di langit langit dan dinding gua. Kemudian, beliau memetiknya beberapa buah. Sarangsarang burung ini kemudian dikirim ke Raja Kartasura sebagai persembahan. Raja Kartasura juga merasa tertarik. Sarang walet ini kemudian dimasak oleh koki istana. Ternyata, masakan dari sarang walet ini sangat digemari oleh raja. Gua Karang Bolong tercatat sebagai penghasil sarang burung pertama yang sangat produktif. Nama Karang Bolong tidak hanya dikenal di wilayah Indonesia saja, tetapi juga sampai ke luar negeri. Daerah pantai selatan Pulau Jawa ternyata merupakan tempat yang cocok untuk perkembangbiakan walet.

Secara alamiah, daerah itu merupakan pantai-pantai karang dengan gua di tebing-tebing yang menghadap ke laut lepas. Kondisi gua umumnya berupa lorong-lorong gelap memanjang yang lembap dan berbau kurang enak. Kondisi ini karena kotorankotoran walet maupun rembesan air laut yang meninggalkan endapan kotoran. Karenanya, orang awam sulit mencapai gua ini. Di beberapa tempat, gua walet jugaditemukan di daerah pegunungan. Biasanya, lokasi seperti ini berupa gua kapur. Di gua ini pun, terdapat kesulitan dalam memetik sarang walet, seperti yang terjadi pada gua-gua di pinggir laut lepas, misalnya Gua Karang Bolong. Hanya saja, risiko terbawa ombak atau terhempas ke laut tidak ada. Akan tetapi, banyak juga para pemetik sarang walet di gua kapur yang mendapat cedera ketika melakukan pemetikan. Mereka mempertaruhkan nyawanya untuk mendapatkan sarang walet. Kendati demikian, para pemetik sarang walet berani menghadapi risiko ini karena harga sarang walet mahal.

Oleh karena harganya yang mahal dan permintaan meningkat terus, peternak mulai membudidayakan walet rumahan untuk menghasilkan sarang yang kontinu, berkualitas, dan mudah di dapat. Seiring berkembangnya teknologi dan informasi, saat ini budi daya walet marak dilakukan di rumahan. Kondisi rumah (gedung) dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai keadaan alaminya, yaitu gua. Berkembangnya pengetahuan tentang kemudahan dan menguntungkannya budi daya walet semakin menambah keinginan orang untuk membudidayakan walet secara rumahan. Hal ini berakibat semakin maraknya perseteruan untuk memancing dan mendatangkan walet ke rumah walet miliknya. Apabila tidak memperhatikan kondisi yang disukai walet dan tidak adanya perawatan, bukan tidak mungkin rumah-rumah walet akan kosong, tidak berpenghuni walet atau walet yang dulu bersarang akhirnya kabur mencari habitat lain.

 

Sumber: Buku Panduan Lengkap Walet