Pertanianku — International Farming Technology (IFT) Expo berlangsung dengan sukses hingga hari ini, Jumat (28/9), yakni hari terakhir dimana pameran yang bertaraf internasional itu dilaksanakan. Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) turut meramaikan pameran.

Menurut salah satu anggota dari Perpadi, Burhanuddin, keberadaan booth-nya bertujuan membantu memperluas pemasaran beras yang diperoleh para pengusaha di bidang pangan pokok tersebut.
“Itu promosi ya, memperkenalkan produk-produk beras yang dihasilkan oleh anggota dari perkumpulan ini,” ujarnya kepada Pertanianku.com di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Jumat (28/9).
Kegiatan yang biasa dilakukan oleh Perpadi di luar pameran, yakni melakukan pelatihan-pelatihan mengenai perpadian juga studi banding. Selain itu, mereka juga senantasa memberikan usulan-usulan mengenai kebijakan perberasan kepada pemerintah.
“Studi banding ke luar negeri dan studi banding di dalam negeri. Kemudian kami juga memberi usulan-usulan tentang kebijakan perberasan kepada pemerintah supaya perberasan di Indonesia mempunyai daya saing global,” katanya.
Saat ditanyai komentar tentang isu impor beras, Burhan menjelaskan bahwa pengaruhnya masih belum terlihat secara signifikan terhadap pengusaha beras Indonesia.
“Karena memang beras impor dari pemerintah itu masih masuk gudang semuanya. Jadi kalau nanti sudah masuk ke pasar, mungkin ada pengaruhnya. Jadi misalnya (impor beras tersebut) untuk menurunkan harga (stabilisasi). Saya kira penting bagi pengusaha juga stabilisasi harga itu penting,” ungkap pria paruh baya itu.
Pasalnya menurut Burhan, jika harga beras bergejolak, maka pengusaha, baik itu pengusaha beras maupun pangan lainnya, akan kesulitan dalam menyusun strategi bisnis. Namun jika harga stabil, semuanya akan terkendali dengan baik.
“Nah, kalau impor ini kan ya masuk gudang Bulog dulu dan saya kira untuk saat ini terhadap harga gabah tidak signifikan pengaruhnya. Sebab, harga gabah sekarang masih tinggi,” tuturnya.
Menurut Burhan, yang sulit sekarang ini justru penggilingan padi. Katakan saja, harga beras diatur oleh pemerintah, sedangkan harga gabah tidak diatur. Jadi, lanjutnya, jika harga gabah tinggi sedangkan harga beras justru rendah, maka penggilingan padi akan kesulitan.
“Saya kira untuk penggilingan padi, data harus betul-betul valid. Kemudian, peraturan perberasan perlu disederhanakan, disesuaikan dengan kemampuan karena penggilingan padi di Indonesia 94% merupakan penggilingan padi kecil. Kinerjanya masih belum bagus sehingga perlu dibina,” pungkasnya.