Pertanianku – Persarian atau penyerbukan bunga kopi adalah sampainya serbuk sari (pollen) dari kepala sari (anthera) ke kepala putik (stigma). Kopi arabika umumnya menyerbuk sendiri (self pollinated), sedangkan kopi robusta menyerbuk silang (cross pollinated). Proses perpindahan serbuk sari dari kepala sari ke kepala putik terutama terjadi oleh bantuan angin, sedangkan peranan serangga sangat kecil.
Kemampuan angin membawa serbuk sari untuk menjangkau kepala putik digambarkan sebagai berikut. Sesaat setelah bunga kopi mekar, kepala sari (anthera) akan pecah melepaskan serbuk sari yang terpencar terbawa angin. Saat kecepatan angin yang sedang, lahan datar, dan terbuka, serbuk sari dapat mencapai jarak 100 m dan dapat naik mencapai tinggi 8 m dari permukaan tanah.
Menurut Ferwerda dan Yahmadi, serbuk sari yang dibawa angin sampai jarak 15 m berjumlah sangat banyak dan lebih dari cukup untuk mengadakan persarian semua bunga. Dalam pertanaman yang tertutup, pemindahan serbuk sari dari pohon ke pohon memang lebih terhalang, tetapi jumlahnya masih cukup banyak. Sesampainya serbuk sari di kepala putik akan berkecambah atau tumbuh membentuk tabung (pollen tube) yang menembus tangkai putik (style). Akhirnya, serbuk sari masuk ke dalam kantong bakal buah (ovary) untuk mengawini sel-sel telur atau terjadi proses pembuahan. Proses pembuahan selesai antara 12—24 jam sesudah bunga mekar. Untuk pembuahan yang sempurna bagi kedua bakal biji, diperlukan paling sedikit dua butir serbuk sari guna mengawini kedua sel telurnya.
Karena persarian bunga kopi terjadi terutama oleh angin, kondisi cuaca saat pemekaran sangat kritis, khususnya bagi kopi robusta yang menyerbuk silang. Proses persarian bunga kopi kebanyakan baru mulai setelah terdapat cukup angin (menjelang pukul 08.00 pagi). Hujan yang terjadi saat pagi hari berakibat fatal bagi persarian karena air hujan akan menjadi penghalang menyebarnya serbuk sari. Hal ini terjadi karena kelembapan udara menjadi tinggi sehingga serbuk sari menggumpal dan akhirnya mengurangi kemampuan menyebarnya. Oleh karena itu, kopi robusta sering mengalami gangguan proses penyerbukan dan pembuahan pada elevasi 800—1.000 m dari permukaan laut sebagai akibat seringnya terjadi hujan. Sebaliknya, kopi arabika yang menyerbuk sendiri tidak bermasalah karena serbuk sari bisa sampai ke putik bunganya sendiri meskipun menggumpal.
Keberhasilan proses persarian dan pembuahan sangat memerlukan cuaca yang baik selama sehari semalam. Hasil penelitian respon bunga kopi klon-klon robusta terhadap gangguan hujan saat mekar menyimpulkan bahwa gangguan hujan lebat menghasilkan buah jadi (fruit-set) rata-rata 3,7% pada curah hujan 167 mm, dan sebesar 5,3% pada curah hujan 23 mm. Buah jadi masih cukup tinggi pada gangguan hujan ringan, yaitu sebesar 26,1%. Saat kondisi normal buah jadi mencapai 48%. Intensitas gangguan hujan dibedakan dalam tiga kategori, yaitu
1) lebat (hujan turun sejak menjelang pemekaran bunga dan terus berlanjut hingga sore hari),
2) ringan (hujan berhenti pukul 05.00 pagi dan cuaca kembali cerah hingga keesokan hari), dan 3) normal (tidak terganggu hujan).
Masalah transportasi dan viabilitas tepung sari sangat penting, terutama untuk kopi robusta karena menyerbuk silang. Sementara itu, gangguan hujan untuk kopi arabika yang bersifat menyerbuk sendiri tidak sampai berakibat fatal. Bahkan, sering terjadi persarian dan pembuahan bunga tanaman kopi arabika telah berlangsung sebelum bunga mekar. Dengan demikian, masalah cuaca tidak terlalu kritis untuk pembungaan tanaman kopi arabika dibandingkan dengan pembungaan tanaman kopi robusta. Terbukti tanaman kopi arabika yang ditanam di daerah basah, seperti di Gayo, Aceh dan Tana Toraja, Sulawesi Selatan dapat memberikan produksi yang baik.
Sumber: Buku Kopi