Pertanianku — Pemerintah terus melakukan upaya menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia. Salah satunyanya, yaitu dengan merombak sistem pertanian lama menjadi pertanian modern. Perombakan akan dimulai dari sektor produksi hingga proses cek produksi.
Sebagai langkah awal, Kementerian Pertanian (Kementan) sudah menyiapkan pengembangan komoditas pertanian strategis menuju Indonesia sebagai lumbung pangan dunia. Meski demikian, upaya dan cita-cita ini membutuhkan berbagai instrumen, baik secara kebijakan dan regulasi maupun riset, inovasi, dan kewirausahaan.
Ketua Umum Pehimpunan Agronomi Indonesia (Peragi) Prof. Dr. Andi M. Sakir menjelaskan secara perlahan jalan menuju ke sana sudah dibuka. Itu diwujudkan melalui peningkatkan massa panen dan mengoptimalkannya menjadi lebih cepat dengan kekuatan sistem yang sudah ditransformasi atau sistem modern.
Menurutnya, pertanian modern jauh berbeda dengan pertanian tradisonal. Perbedaan itu terletak pada hasil produksi yang hanya 2 kali dalam setahun, sedangkan massa panennya hanya satu kali dengan pengelolaan yang masih menggunakan cara manual.
“Yang dikatakan pertanian modern adalah produksinya 6 ton, panennya 3 kali dalam setahun, menggunakan fulkanisasi, kemudian menggunakan manajemen modern dan koperasi di kooperasikan,” kata Sakir, dikutip dari laman Kementerian Pertanian, Sabtu (1/12).
Ia juga mengatakan, rencana memodernisasi pertanian ini sudah dibawa ke rapat koordinasi nasional beberapa waktu lalu. Diharapkan upaya ini menjadi ujung tombak dalam meningkatkan produktivitas serta kesejahteraan petani Indonesia.
“Melalui program ini nantinya sistem program pertanian akan dikelola dengan manajemen yang juga modern. Presentasi bagi hasil pun akan memberi porsi yang menguntungkan para petani,” kata Sakir.
Sementara itu, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Kuntoro Boga Andri mengatakan, sistem rombakan ini diyakini mampu meningkatkan produktivitas petani hingga berlipat-lipat dari keuntungan biasanya. Dengan begitu, penentuan harga juga bisa langsung ditentukan oleh para petani.
“Semua ini 100 persen milik petani. Harga gabahnya milik petani 100 persen. Kemudian dari gabah masuk ke prosesing ini ada keuntungan 49 persen, di sini petani akan mendapat penghasilannya 6 kali lipat atau minimal 3 kali lipat 100 persen milik petani,” kata Boga.