Pertanianku — Diskusi seputar impor komoditas pertanian kembali mengemuka, yakni mengenai keputusan impor 100 ribu ton jagung pakan oleh Pemerintah melalui rapat koordinasi yang dipimpin Menteri Koordinator Ekonomi Darmin Nasution, Jumat (2/11). Kalangan petani membaca kalau keputusan impor jagung tersebut hanya untuk kepentingan kelompok tertentu.

Keputusan impor ini diambil mencermati perkembangan harga jagung pakan, yang memberatkan peternak ayam mandiri. Namun Direktur Eksekutif Petani Centre Entang Sastraatmadja mengatakan, impor jagung lebih banyak digaungkan di kalangan elit.
“Orang yang punya kepentingan sesaat. Dijadikan menggoreng isu impor ini menjadi sesuatu yang sangat penting,” kata Entang dalam keterangan resmi, Senin (4/11).
Ia mengatakan, sebagian petani di Pulau Jawa adalah petani gurem dan buruh tani. Hanya sebagian kecil yang memiliki lahan di atas dua hektare. Petani tersebut tidak memerhatikan impor dan ekspor. Meski demikian, Entang menuturkan kalau produksi pertanian yang saat ini surplus merupakan potensi.
“Punya kekuatan kok tiba-tiba harus melalukan impor. Tinggal sekarang bagaimana kita menggenjot supaya produksi kita terus meningkat sekalipun kita berhadapan dengan kondisi-kondisi alam yang memang sulit untuk kita lawan,” ujarnya.
Ketua Asosiasi Petani Jagung Indonesia (APJI), Sholahuddin, khawatir keputusan pemerintah ini akan menurunkan semangat petani. Sebagian besar petani jagung di sentra produksi memasuki masa tanam. Sementara, sejumlah lokasi di Jawa Timur seperti Jember, Tuban, Kediri, Jombang, dan Mojokerto sekitar dua pekan mendatang justru akan melakukan panen.
“Kalau ada yang menyebut impor perlu dilakukan karena stok menipis, kami bisa mentahkan itu. Saat ini pabrik pengering kami di Lamongan saja, masih ada stok 6.000 ton. Di Dompu juga masih stok banyak karena di sana masih ada panen,” beber Sholahuddin.
Ia memperkirakan, impor jagung baru akan terealisasi pada Januari. Momen itu bertabrakan dengan musim panen raya. Menurutnya, jika impor dilakukan saat masuk saat panen, petani sudah bisa membayangkan harga jagung mereka akan anjlok.
Dengan kondisi tanam dan panen yang bervariasi, Sholahuddin bahkan optimistis produksi jagung hingga akhir tahun bisa mencapai target yang ditetapkan pemerintah. Apalagi panen di tahun ini mencakup lahan yang luas. Terlebih sejak 2017, produksi jagung dalam negeri sudah mencukupi kebutuhan pakan ternak.
“Seharusnya tahun politik menjadi kesempatan pemerintah untuk semakin menunjukkan keberpihakannya kepada petani,” tutup Sholahudin.