Pertanianku – Seorang petani asal Riau bernama Suryono, berhasil mengubah bekas lahan perkebunan kelapa sawit menjadi lahan tanam baru patut diapresiasi. Bahkan, ia menjadi salah satu pembicara pada Konferensi Tingkat Tinggi PBB mengenai perubahan iklim di Maroko. Suryono berhasil mengubah nasib dari praktik pertanian yang mendegradasi lingkungan menuju ke pengolaan lahan hutan yang berkelanjutan.
“Perasaan saya sangat bangga karena petani kecil seperti saya, bisa didengar di luar negeri. Semoga apa yang saya lakukan bisa jadi contoh orang lain,” jelas Suryono.
Suryono dinilai dapat menjadi contoh para petani yang berhasi melakukan mitigasi perubahan iklim dengan bertani hortikultura, menjadi informan titik api, dan turut andil menjaga lingkungan serta mencegah terjadinya kebakaran lahan dan hutan.
Perjalanan hidupnya beralih dari petani kelapa sawit menjadi menanam hortikultura. Dari kampung halamannya di Medan, ia merantau ke Dusun Sukajaya Kampung Pinang Sebatang Barat, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak, sejak 17 tahun silam hingga sekarang.
Pekerjaan awalnya sejak 2000 adalah bercocok tanam kelapa sawit di Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak. Suryono pada 2013 menyadari bertani hortikultura lebih menguntungkan ketimbang sawit. Dia mengambil keputusan nekat dengan menumbangkan seluruh tanaman sawit di kebun dua hektare miliknya, dan menggantinya dengan tanaman hortikultura.
Beberapa jenis sayuran yang mulai ditanam Suryono antara lain kangkung, bayam, cabai, melon, semangka, kacang panjang, timun, pepaya, dan jagung. Banyak orang menduga dirinya sudah gila karena dalam benak masyarakat setempat, menanam sayuran tidak menguntungkan.
Ia mengakui awalnya memang tidak mudah ketika masuk ke pasar tradisional, karena harus berhadapan dengan para tengkulak, yang sudah lama beroperasi untuk memasok komoditas tersebut dari Kota Pekanbaru.
Namun, kerja keras Suryono mulai membuahkan hasil setelah berjualan sekitar satu tahun sehingga banyak petani yang mulai mengikuti langkahnya untuk menanam sayuran dan menjualnya langsung ke pasar.
Ketika menjadi petani sawit dengan lahan dua hektare, Suryono mampu meraih penghasilan maksimal sekitar Rp2 juta—Rp3 juta per bulan. Namun, kini dengan mengolah lahan setengah hektare untuk ditanami sayuran, dia berhasil meraup penghasilan sekitar Rp15 juta per bulan.
“Bercocok tanam sayur mayur, dan buah buahan bagi saya menyenangkan, selain menjaga kelestarian lingkungan juga mensejahterakan kehidupan saya,” tambahnya.
Suryono mengatakan dirinya juga aktif dalam kegiatan Progam Desa Makmur Peduli Api (DMPA) di daerahnya. Tujuan DMPA adalah praktik pertanian yang berjalan beriringan dengan konservasi lingkungan, meliputi hutan alam dan hutan tanaman industri (HTI), termasuk pencegahan kebakaran hutan melalui peran aktif komunitas lokal.