Plastik dari Rumput Laut, Solusi Sampah Plastik di Bali

Pertanianku — Sampah plastik masih menjadi persoalan rumit yang harus diatasi dengan solusi tepat. Pasalnya, fungsinya cukup penting, tetapi bisa menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan dan kehidupan makhluk hidup di dunia. Salah satu solusi yang tengah dikembangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) adalah plastik yang berasal dari rumput laut.

rumput laut
foto: pixabay

Sebelumnya, produk kemasan dari rumput laut sudah diterapkan di kalangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Lombok. Saat ini, Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) bersama Coral Triangle Center (CTC) akan menggunakan inovasi tersebut menjadi kemasan dan sedotan yang akan digunakan di Nusa Penida, Bali.

“Sebagai daerah wisata, tentu kita juga ingin Bali dikenal sebagai daerah yang ramah lingkungan dan alih teknologi ini jadi bukti konkret dukungan kami untuk ekowisata Bali,” terang Artati Widiarti, Direktur Jenderal PDSPKP, seperti dilansir dari laman kkp.go.id.

Artati melanjutkan, plastik kemasan dari rumput laut merupakan inovasi dari Balai Besar Pengujian Penerapan Produk Kelautan dan Perikanan (BBP3KP), unit pelaksana teknis di bawah Ditjen PDSPKP. Kemasan ramah lingkungan ini dapat lebih mudah terurai di dalam tanah.

“Kita ingin menjawab permasalahan sampah plastik yang kini berjumlah 66 juta ton per tahun berdasarkan data BPS di tahun 2021,” imbuhnya.

Kepala BBP3KP, Widya Rusyanto, menjelaskan, inovasi ini merupakan pilihan yang efektif dan efisien karena mengedepankan pemanfaatan rumput laut sekaligus produk yang ramah lingkungan dan tidak menghasilkan sampah (zero waste). Terlebih, Indonesia merupakan negara penghasil rumput laut terbesar di dunia. Plastik ramah lingkungan ini menggunakan rumput laut merah.

“Rumput laut merah merupakan bahan utama untuk membuat bioplastik. Jadi, kita optimis Indonesia memiliki peran besar dalam pengembangan kemasan biodegradable dan sedotan dari rumput laut, guna mengatasi krisis plastik global,” tutur Widya.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Kawasan Konservasi Perairan Bali, I Nengah Bagus Sugiarta, menyambut baik teknologi tersebut. Ia menilai inovasi mampu meningkatkan kapasitas kelompok masyarakat karena dapat memberikan nilai tambah pada rumput laut dan menjaga kelangsungan konservasi kawasan Nusa Penida.

Alih teknologi ini diikuti oleh 30 peserta dari berbagai kalangan, seperti akademisi, kelompok pengolah, nelayan, PKK, Kelompok Wanita Tani, dan instansi pemerintah.