Potensi Bambu sebagai Bisnis Sangat Menjanjikan

Pertanianku — Ada banyak potensi alam Indonesia yang belum dimanfaatkan secara optimal, salah satunya adalah bambu. Indonesia pada 2016 menjadi penghasil bambu terbesar keenam di dunia. Namun, potensi bambu sebagai ladang bisnis masih juga belum disadari masyarakat.

potensi bambu sebagai ladang bisnis
Foto: Unsplash

Bambu menyimpan peluang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan dalam peningkatan perekonomian yang ramah lingkungan. Bambu mempunyai fungsi ekologi baik karena bisa untuk menahan erosi tanah yang menjadi penyebab tanah longsor.

Bambu juga mudah dalam perbanyakannya. Rumpun yang terguling cukup ditegakkan. Perawatannya juga hanya dengan mengurangi jumlah tanaman untuk memberi ruang tumbuh tanaman baru. Bambu akan tumbuh baik di wilayah lahan basah untuk menunjang pertumbuhannya yang sangat pesat. Bambu mampu bertambah tinggi sampai dengan 1 meter tiap harinya.

Di dunia terdapat lebih dari 1.250 jenis bambu yang tersebar di daerah tropis dan subtropis. Bambu mempunyai kemampuan adaptasi tinggi. Bambu mampu hidup dari ketinggian 0 m dpl sampai dengan ketinggian 3.000—4.000 m dpl. Di Indonesia terdapat industri yang memanfaatkan bambu sebagai bahan baku ataupun produk hasil mulai dari konstruksi bangunan, furnitur, tekstil, kerajinan, dan obat-obatan.

Hal tersebut setidaknya bisa menjadi contoh untuk pengembangan industri berbasis bambu. Bambu yang melimpah di Indonesia harus disadari masyarakat dan pemerintah untuk mengembangkan program yang fokus dalam pengembangan bambu.

Permasalahan utama dari pengembangan industri bambu tidak lain adalah pada inovasi desain. Dibutuhkan kemampuan dan perlakuan khusus dalam pengolahan bambu. Pertumbuhan dan bentuk bambu tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Sebagai contoh akan sulit mendapatkan ukuran  dan bentuk bambu yang sama untuk dijadikan bahan kerajinan.

Praktisi, pengusaha, dan pengrajin sudah berusaha namun belum secara optimal dan berkelanjutan. Memang perlu adanya campur tangan pemerintah untuk pengembangan industri bambu, pengendalian harga, dan pasar produk yang dihasilkan.

Permasalahan lain yang ada di Indonesia adalah pola pikir masyarakat yang masih menganggap bahwa bambu itu adalah bahan yang rapuh, kuno, dan dianggap murahan. Padahal, menurut Pon Sapriya Mulya, seorang arsitek, mengatakan bahwa bambu merupakan bahan baku yang kuat, kualitasnya bisa lebih bagus dan kuat dari kayu.

Menurutnya, bambu mempunyai banyak kelebihan seperti mudah dibudidayakan, tidak memakan lahan banyak, masa tanam sampai panen yang singkat, dan ramah lingkungan. Seorang arsitek lain yang juga ahli memanfaatkan bambu adalah Effan Adhiwira. Effan sudah menghasilkan banyak karya dari bambu yang sudah sampai dikenal luar negeri.

Hal yang perlu diperbaiki adalah pola pikir masyarakat serta dukungan dari pemerintah. Potensi yang sangat besar ini seharusnya mampu dimanfaatkan semaksimal mungkin. Bisa dilihat jika peminat dan pasar bambu di Indonesia masih jauh tertinggal dibanding Cina, India, ataupun negara penghasil bambu lainnya.

Masyarakat ataupun pengusaha yang memanfaatkan bambu harus sadar dan lebih mengoptimalkan peluang yang ada untuk meningkatkan pemanfaan bambu yang ada di Indonesia.