Potensi Budidaya Ubi Jepang Menggiurkan, Tertarik Mencoba?

Pertanianku — Saat ini permintaan akan ubi jepang (Satsui maimo) sangatlah tinggi. Hal tersebut bisa dilihat dari tingginya permintaan di supermarket, industri pengolahan makanan tujuan ekspor, hingga pasar dalam negeri.

Foto: pixabay

Satsui maimo ini merupakan produk pertanian yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Pasalnya, masa tanamnya singkat, yakni hanya sekitar 4–5 bulan. Sementara, ubi lokal perlu waktu 6—8 bulan. Hal inilah yang dilakukan oleh Bowo, salah satu pembudidaya ubi jepang di bilangan Cianjur, Jawa Barat.

Secara fisik ubi jepang memiliki bentuk memanjang dan cenderung lonjong seperti singkong dengan rasa lebih manis daripada ubi lokal. Bowo mengungkapkan, di Indonesia sendiri ada dua jenis ubi jepang, yakni ubi jepang yang berwarna ungu (Mura zaki) dan kuning (Benny azuma). Dari kedua jenis itu, permintaan ubi jepang ungu lebih tinggi.

Ubi jepang ini tidak gampang hancur, lembut, tidak berserat (jarot) empuk ketika dikunyah, serta mengandung vitamin A dan C. Dari sisi kesehatan, ubi jepang juga dipercaya dapat mencegah dan mengobati berbagai penyakit seperti mencegah tumor, maag, dan sakit mata.

Ubi jepang cukup banyak dicari kalangan ekspatriat di supermarket menengah atas. Potensi pasarnya, lanjut Bowo, selain kalangan ekspatriat, beberapa pabrik besar pengolahan ubi dengan tujuan ekspor banyak membutuhkan bahan baku berupa ubi jepang ini. Bahkan, salah satu perusahaan Korea minta dipasok 50 ton per bulan.

“Karena ubi baru bisa dipanen 4—5 bulan sekali, makanya saya tanam tidak serempak, agar bisa panen tiap bulan,” ungkapnya.

Di sisi lain Bowo mengatakan, permintaan ekspor yang tinggi belum bisa dipenuhi, lebih karena hasil panen dalam negeri belum bisa memenuhi standar ekspor.

“Permintaan ekspor 1 kg isi 2—3 umbi, sedangkan kita rata-rata 1 kg isi 6—8 umbi,” tuturnya.