Pertanianku — Kopi Indonesia memiliki potensi yang luar biasa karena mampu menarik perhatian masyarakat dunia akan kualitasnya. Tak hanya bijinya, kulit kopi pun memiliki potensi yang menjanjikan. Namun sayang, pemanfaatan kulit kopi masih belum maksimal.

Indonesia memiliki 1,2 juta hektare lahan kopi dengan produksi mencapai 632.000 ton pada 2017. Provinsi Jawa Barat salah satu produsen terbesar di Jawa. Data Direktorat Jenderal Perkebunan, produksi kopi Jawa Barat pada 2017 mencapai 16.645 ton. Salah satu kopi yang tersohor adalah kopi manglayang asal Kecamatan Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung. Di sana ada lahan 12 hektare milik masyarakat.
Sayangnya, pekebun menjual langsung ceri kopi kepada tengkulak dengan harga Rp6.000 per kg. Jika dikalkulasikan dengan rata-rata produktivitas kopi di Indonesia, pendapatan mereka hanya Rp400.000 per bulan per hektare. Itu sangat berkebalikan dengan harga jual green bean yang mampu mencapai Rp50.000 per kg.
Oleh karena itu, pekebun harus mampu mengolah buah ceri menjadi green bean. Dengan demikian, mereka bisa menggarap potensi yang belum tersentuh, yaitu kaskara.
Ceri kopi mengandung 55 persen biji dan 45 persen kulit gelendong. Kulit itu mengandung 21 persen serat, 21 persen protein, 6,5 persen senyawa pektat, 2 persen gula pereduksi, dan 12,5 persen gula nonpereduksi.
Berdasarkan data produksi kopi pada 2017, di Indonesia terdapat 270.000 ton kulit gelendong yang tersia-sia. Kulit gelendong itu dianggap limbah sehingga hanya dibakar atau dibuang. Padahal, kulit itu bisa diolah menjadi kaskara dengan metode pengeringan sederhana.
Kaskara berasal dari bahasa Latin, yaitu cascara yang berarti kulit. Selain tersedia dalam jumlah yang melimpah, kaskara kaya anti-oksidan. Katekin, yang umum terkandung dalam teh hijau, banyak terdapat dalam kaskara. Kadar katekin kaskara berkisar 0,1—37,3 μg per gram. Selain baik untuk kesehatan, senyawa katekin merupakan faktor penentu aroma dan rasa.
Kulit kopi basah dikeringkan, bisa melalui proses penjemuran ataupun oven. Untuk mencegah kerusakan senyawa anti-oksidan, penjemuran harus menggunakan penaung, sedangkan oven diatur pada suhu di bawah 30°C. Kedua metode itu dilakukan dalam 2 hari atau sampai kadar airnya tinggal 7—10 persen.
Kaskara dengan kadar air tersebut memiliki kadar anti-oksidan dan rasa terbaik. Kadar anti-oksidan dengan kadar air tersebut berkisar 1.096—3.400 ppm, tergantung jenis kopi. Setelah kering, kaskara bisa langsung dijual seharga Rp40.000 per kg.
Kadar air merupakan faktor penentu kualitas rasa dan aroma kaskara. Semakin tinggi kadar air, semakin asam rasanya. Ukuran kulit gelendong juga berkontribusi terhadap rasa dan aroma. Kulit berukuran lebih dari 5 mm rasanya manis. Ukuran kecil atau kurang dari 5 mm, rasanya hambar dan berbau gabah. Rasio seduh kaskara dengan air untuk menghasilkan rasa dan aroma terbaik adalah 6 gr per 150 ml air. Penyeduhan 6 menit dengan air bersuhu 60—70°C.
Untuk meningkatkan nilai jual, pekebun bisa memproses lanjut dengan pencacahan menjadi seukuran teh atau teh celup. Mengolah sendiri ceri menjadi green bean dan kaskara bisa meningkatkan penghasilan pekebun hingga 150 persen. Penelusuran melalui mesin pencari informasi di internet, saat ini, kaskara menjadi salah satu sajian di kafe tertentu.