Produksi Kerupuk Rambak di Magetan Alami Penuruan Hingga 50 Persen

Pertanianku Produksi kerupuk rambak di Magetan, Jawa Timur, alami penuruan hingga 50 persen. Para perajin menilai, kondisi itu akibat cuaca sering mendung dan hujan. Dengan begitu, proses pengeringan kulit sapi yang merupakan bahan baku tidak bisa maksimal.

Produksi kerupuk rambak
Google Image

Sri, salah seorang perajin kerupuk rambak di Desa Ringinagung, Kecamatan Magetan, pada Jumat (5/1) mengatakan, kondisi udara yang lembap sangat memengaruhi proses pengeringan kulit jadi tidak bisa maksimal.

“Setelah direbus selama sekitar satu jam, kulit sapi harus segera dikeringkan di bawah sinar matahari langsung, sehingga membutuhkan cuaca yang panas,” kata Sri seperti dikutip dari Antara.

Namun, Sri mengeluhkan kondisi cuaca mendung dan sering hujan mengakibatkan proses produksi kerupuk rambak miliknya sering tersendat-sendat.

“Pada saat cuaca normal, biasanya bisa memproduksi satu kuintal kerupuk rambak mentah per minggu. Namun pada musim penghujan seperti sekarang ini, kira-kira tinggal separuhnya. Sering dalam beberapa hari, bahkan pernah sampai selama seminggu sama sekali tidak berproduksi,” tutur dia.

Ia mengungkapkan, terkait bahan baku kulit sapi dan pemasaran sebenarnya nyaris tak ada kendala. Itu karena industri rumahan yang dia kelola lokasinya berada di sekitar Lingkungan Industri Kulit (LIK) Magetan.

“Bahan baku kerupuk berasal dari bagian kulit sapi yang tidak bisa dipergunakan untuk bahan kerajinan tas maupun sepatu, di Magetan mudah didapat. Pemasaran kerupuk rambak pun gampang. Jadi kendalanya saat ini hanya cuaca,” ungkap dia menambahkan.

Ia mengaku, bahan baku dibeli dengan harga antara Rp20 ribu hingga Rp40 ribu per kilogram tergantung kualitas kulit. Sementara, hasil produksinya dijual dengan harga Rp120 ribu per kilogram ke pasar lokal dan sebagian dikirim ke pelanggannya di Jepara, Jawa Tengah.