Rumput Laut Jadi Komoditas Andalan Ekonomi Berkelanjutan

Pertanianku Rumput laut merupakan salah satu kekayaan Indonesia yang sangat melimpah. Apalagi, saat ini sudah banyak inovasi yang terbukti berhasil dikembangkan dari komoditas ini dan berguna untuk kehidupan masyarakat. Saat membuka focus grup discussion (FGD), Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Artati Widiarti, mengatakan, rumput laut telah menjadi salah satu komoditas prioritas ekonomi berkelanjutan.

Rumput Laut
foto: Trubus

“Rumput laut merupakan salah satu sumber daya hayati yang sangat melimpah di perairan Indonesia. Luas wilayah habitat rumput laut diperkirakan mencapai 1,2 juta hektare atau terbesar di dunia,” terang Artati seperti dilansir dari laman kkp.go.id.

Penetapan sebagai komoditas prioritas berdasarkan pada manfaat dan nilai yang bisa diberikan dari komoditas ini, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Saat ini pemerintah sudah mengambil langkah serius untuk mengembangkan industri rumput laut nasional. Langkah tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 33 Tahun 2019 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Industri Rumput Laut Nasional Tahun 2018–2021.

Beberapa langkah yang telah dilakukan KKP untuk menguatkan industri komoditas ini adalah penelitian pengembangan budidaya jenis baru, pengembangan budidaya, inovasi teknologi pengolahan produk setengah jadi dan produk akhir, serta penguatan pasar produk komoditas nasional dan global.

Selain itu, kini komoditas ini sedang dikembangkan menjadi bahan baku untuk membuat plastik yang lebih ramah lingkungan dan disebut sebagai bioplastik. Produk ini masih terus disempurnakan oleh KKP.

Asisten Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Pujo Setio, memaparkan capaian Road Map Pengembangan Industri Rumput Laut 2018–2021. Pada laporan tersebut diketahui nilai ekspor rumput laut kering Indonesia menempati posisi kedua setelah Korea Selatan. Sementara itu, penguasaan pasar ekspor karaginan dan agar-agar menempati posisi ke-4 dan ke-6 di dunia.

“Pendataan rumput laut di 25 provinsi kini menggunakan aplikasi CAPI-ICS (Computer Asissted Personal Interviewing Integrated Collection System) oleh BPS dan sudah terbentuk TSIN (Tropical Seaweed Innovation Network) yang menghubungkan jejaring kerja pusat/lembaga penelitian dan pengembangan, para peneliti dan pakar rumput laut di Indonesia,” terang Pujo.

Selain itu, saat ini sudah dilakukan integrasi kawasan budidaya ke dalam 27 Perda Provinsi RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut.