Saatnya Nelayan Pakai Alat Ramah Lingkungan untuk Tangkap Rajungan

Pertanianku — Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, mengajak masyarakat pesisir untuk mulai menggunakan alat tangkap ramah lingkungan dalam menangkap rajungan. Alat tangkap yang dimaksud menteri nyentrik ini ialah alat tangkap berjenis bubu. Pasalnya, penangkapan hewan laut kelompok kepiting dengan bubu dapat dihargai lebih tinggi ketimbang alat tangkap jaring arad yang tidak ramah lingkungan.

alat tangkap ramah lingkungan
Foto: Shutterstock

Susi menjelaskan, hasil tangkapan rajungan dengan alat ramah lingkungan bisa dihargai antara Rp57 ribu—Rp90 ribu per kilogram. Harga itu jauh lebih tinggi daripada hasil tangkapan dengan arad.

“Gunakan alat penangkap ramah lingkungan supaya rajungan ini terus ada hingga anak cucu kita. Harga jualnya pun lebih tinggi,” kata Susi melalui siaran pers, Selasa (30/7).

Lebih lanjut, ia menjelaskan, penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti arad ataupun cantrang membuat usaha penangkapan ikan semakin susah. Beberapa modifikasi alat tangkap juga terbukti merusak lingkungan. Oleh karena itu, Susi meminta kepala desa ataupun bupati dan walikota untuk mengganti alat-alat tangkap nelayan yang tidak ramah lingkungan dengan yang ramah lingkungan.

Salah satu yang menjadi contoh penggunaan bubu dalam penangkapan rajungan oleh nelayan, yakni di Demak, Jawa Tengah. Susi mengatakan, rajungan telah menjadi komoditas unggulan sebagai sumber mata pencaharian masyarakat di Desa Betahwalang. Sekitar 670 unit kapal perikanan yang melakukan penangkapan rajungan ada di desa tersebut.

Karena itu, dalam menjaga kelestarian sumber daya rajungan yang telah menjadi penghidupan masyarakat, Susi sekaligus berpesan agar rajungan betina yang sedang bertelur tidak ditangkap atau segera dilepaskan kembali ke laut jika tidak sengaja tertangkap.

“Satu ekor rajungan bisa menghasilkan lebih 1,3 juta telur. Anggap saja dari 1,3 juta telur tadi yang selamat menjadi rajungan 10 ribu saja, kemudian ditangkap setelah menunggu 4—6 bulan, maka dengan berat per ekor 2 ons, kita bisa menghasilkan 2.000 kilogram. Kalikan saja dengan harga Rp60 ribu misalnya, maka hasilnya sudah seratus juta lebih,” tutur dia.

“Ini baru dari satu ekor rajungan betina, bagaimana dengan rajungan-rajungan betina yang sedang bertelur yang kita tangkap selama ini. Tidak terbayang besarnya kerugian yang kita dapati selama ini. Oleh karena itu, saya meminta dengan sangat agar masyarakat tidak lagi membuang-buang nikmat Allah ini. Jangan mengkufuri nikmat,” lanjut Susi.

Rajungan merupakan komoditas penting dengan nilai ekspor hasil perikanan terbesar ketiga di Indonesia. Negara tujuan ekspor utama rajungan adalah Amerika Serikat. Nilai ekspor rajungan dari Provinsi Jawa Tengah pada tahun lalu mencapai Rp1,36 triliun.

Susi menegaskan, semakin tinggi permintaan rajungan, memungkinkan terjadinya penurunan stok rajungan di alam. Untuk itu, ia mendorong masyarakat setempat untuk melakukan pengelolaan perikanan rajungan yang berkelanjutan agar sumber daya tetap lestari.