Pertanianku — Tanaman buah naga pada awalnya lebih terkenal sebagai tanaman hias. Tanaman ini disebut sebagai kaktus hutan yang dapat menghasilkan buah berwarna merah dan bersisik. Buah naga berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Utara. Di daerah asalnya, buah ini bernama pitahaya atau pitaya raja. Penduduk di negara tersebut sering mengonsumsi buah ini sebagai buah meja atau dikonsumsi secara langsung.
Popularitas tanaman buah naga meningkat drastis ketika tanaman dibudidayakan secara besar-besaran di Asia seperti di Vietnam dan Thailand. Tanaman ini masuk ke Asia ketika orang Prancis datang pada 1870 membawa buah ini dari Guyana, Amerika Selatan. Dahulu, orang Prancis tersebut membawa tanaman buah naga sebagai tanaman hias.
Di Indonesia, tanaman buah naga baru terkenal pada pertengahan 2000 karena hasil impor dari Thailand. Pada awal kemunculannya, masyarakat Indonesia masih sangat asing dengan buah tersebut. Bahkan, ada salah satu stasiun radio yang menggunakannya sebagai pertanyaan kuis berhadiah dan banyak pendengar radio yang tidak bisa menjawabnya.
Hingga saat ini belum ada sumber yang membahas siapa yang membawa tanaman buah naga ke Indonesia. Namun, tanaman ini pertama kali ditanam oleh pehobi tanaman yang ingin bereksperimen. Setelah itu, tanaman buah mulai dikembangkan di Indonesia pada 2001.
Pada awal kemunculannya, tanaman buah naga memang diperuntukkan sebagai tanaman hias karena memiliki bentuk batang yang unik, yakni segitiga dan berduri sangat pendek, bahkan hampir mirip tidak berduri. Letak keunikan tanaman ini memang berada pada batang tanaman. Hingga saat ini masih banyak pehobi yang menanamnya sebagai tanaman buah sekaligus tanaman hias.
Masyarakat Vietnam sendiri sudah mulai membudidayakannya sebagai tanaman buah ketika mereka mengetahui buahnya dapat dikonsumsi. Tak hanya dikonsumsi, tetapi buah naga juga memiliki rasa yang enak sehingga masyarakat menyukainya. Akibatnya, tanaman tersebut mulai dikembangkan untuk diambil buahnya secara besar-besaran.
Nama dragon fruit sendiri diberikan karena masyarakat Cina kuno sering meletakkan tanaman ini di antara dua ekor patung naga berwarna hijau di atas meja altar. Masyarakat Cina kuno percaya tanaman tersebut dapat membawa berkah. Warna buah yang menyala di antara dua patung naga tersebut juga mampu menambah nilai estetika meja altar mereka.