Sejarah Perkembangan Gaharu

Pertanianku – Indonesia terkenal sebagai negara pemilik hutan hujan tropis yang didukung oleh letak geografis, iklim, musim, serta masa penyinaran matahari relatif panjang. Secara biologis, kondisi yang demikian dapat menghasilkan peluang untuk terbentuknya keragaman potensi sumber daya jenis tumbuhan yang tinggi. Dalam kawasan hutan, akan dijumpai antara 30.000—40.000 jenis tumbuhan penghasil kayu serta belum terhitung potensi tumbuhan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Semuanya memiliki manfaat sebagai sumber bahan makanan, industri, serta tumbuhan penghasil obat herbal. Salah satu kelompok jenis tumbuhan HHBK yang telah diketahui dan menjadi salah satu sumber kehidupan masyarakat yang potensial dan memiliki nilai komersial tinggi adalah gaharu.

Sejarah Perkembangan Gaharu

Di Indonesia, gaharu mulai dikenal masyarakat sekitar tahun 1200. Hal itu ditunjukkan oleh adanya perdagangan tukarmenukar (barter) antara masyarakat Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat dengan pedagang dari daratan Cina, Kwang Tung. Nilai guna gaharu semula hanya terbatas sebagai bahan pengharum tubuh dan ruangan dengan cara dibakar (fumigasi) serta sebagai pelengkap pada upacara ritual keagamaan masyarakat Hindu dan Islam. Seiring perkembangan peradaban masyarakat, ilmu pengetahuan kimia dan teknologi industri yang didukung dengan perubahan paradigma dunia kedokteran dan pengobatan, kini gaharu bukan hanya dibutuhkan bahan baku industri wewangian (parfum) dan kosmetika. Gaharu juga dibutuhkan sebagai bahan industri obat herbal untuk pengobatan stres, asma, reumatik, radang lambung dan ginjal, antibiotik TBC, liver, tumor dan kanker.

Pada umumnya, gaharu diperoleh dengan cara memungut gumpalan atau serpihan kayu dari pohon yang telah mati secara alami. Jumlahnya di alam yang terbatas tidak seimbang dengan permintaan pasarnya yang tinggi. Bahkan, harga jualnya pun cukup tinggi. Alasan tersebut membuat banyak pihak melakukanperburuan gaharu dengan cara menebang pohon hidup secara liar. Pola tersebut mengundang komisi CITES (Convention on International in Trade Endangered of Wild Fauna and Flora Species) untuk menyelamatkan sumber daya pohon penghasil gaharu. Sejak tahun 2004, dua genus tumbuhan penghasil gaharu, yaitu Aquilaria spp. dan Gyrinops sp. masuk kelompok Apendix II CITES.

Oleh karena itu, tantangan dan peluang untuk melakukan bisnis gaharu menjadi sangat tinggi. Sejalan dengan konservasi sumber daya dan membina kelestarian produksi yang mampu menjawab peluang pasar, budi daya pohon penghasil gaharu berkualitas dan bernilai komersial tinggi menjadi solusi yang harus dilakukan dan diharapkan dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat serta devisa bagi negara.

Dengan dipelajari dan diketahuinya proses dan mekanisme pembentukan gaharu alami, memungkinkan dapat dilakukan produksi gaharu secara buatan. Penyakit yang teruji dominan sebagai pembentuk gaharu, secara laboratoris dapat dikembangkan menjadi inokulan. Masuknya penyakit ke dalam tubuh batang dapat direkayasa melalui teknik pengeboran batang dan infeksi penyakit yang dapat dilakukan dengan teknik induksi inokulan (inokulasi) melalui lubang-lubang bor yang dibuat pada satuan batang pohon.

 

Sumber : Buku Budidaya dan Bisnis Gaharu