Sembilan Pabrik Gula Baru Siap Dukung Swasembada Gula Indonesia 2020

Pertanianku — Sembilan pabrik gula baru menyatakan kesiapannya untuk mendukung program pemerintah untuk swasembada gula pada 2020 nanti. Satu dari Sembilan pabrik gula itu adalah PT Rejoso Manis Indo di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, yang akan meningkatkan produksi gula hingga 20 ton cane per day (TCD), dengan rata-rata produksi 1.600 ton per hari.

pabrik gula baru
Foto: Pixabay

“Saya kira swasembada gula pada tahun 2020 bisa terwujud. Tetapi kita juga memiliki tantangan menjawab kebutuhan gula masyarakat kita yang terus bertambah. Nah, kebutuhan mereka ini harus kita penuhi,” kata Syukur Iwantoro, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian dalam kunjungannya, Sabtu (26/1) seperti dikutip dari laman Kementan.

Peningkatan produksi gula dalam negeri memang menjadi harapan Presiden Joko Widodo yang tertuang dalam program Nawacita. Selain itu, menurut Syukur, pabrik gula mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar.

“Kemudian perusahaan ini juga menyerap tenaga kerja organik sebanyak 1.800 orang dan non-organik sebanyak 5.000 orang. Di sini jelas sekali bahwa pabrik ini menguntungkan banyak pihak, termasuk akan adanya restoran, kos kosan, warung dan lain-lain,” katanya.

Sembilan pabrik gula baru ini adalah pabrik yang berkonsep ramah lingkungan. Semua prosesnya tak lagi menggunakan cara lama dan menganut green technology. Seperti PT Rejoso Manis Indo yang sudah menggunakan alat Blorer yang mampu menghasilkan karbon.

“Jadi untuk memutihkannya dengan karbon yang juga sudah kita proses. Selanjutnya, kita treatment lalu kita campurkan dengan mira gula yang kemudian akan mengambil partikel warna, sehingga hasilnya gula ini benar-benar sehat,” tutur Hans Falita Hutama, Direktur Utama PT Rejoso Manis Indo.

Hans menjelaskan semua proses produksi gula mulai dari tanam, panen, pengolahan hingga pembuangan limbah sudah diatur melalui mekanisme teknologi mesin tercanggih di dunia, khususnya pada alat produksi gula.

“Ampas yang kering bisa diintegrasikan dengan pakan sapi, kemudian alat yang kami gunakan menghasilkan tenaga uap tinggi dan memutar turbin, yang mampu menangkap debu dengan medan magnet, sehingga tidak ada debu yang keluar ke pemukiman warga. Artinya, pabrik ini hasil dari alam yang akan kembali ke alam,” katanya.

Hans berharap, keberadaan pabrik mampu meningkatkan kesejahteraan petani tebu menjadi lebih baik. Apalagi sistem transaksi yang diterapkan adalah pola beli putus. Terlebih, Kabupaten Blitar adalah salah satu sentra perkebunan tebu terbesar.

“Kan selama ini petani susah menjual hasil panennya karena pabriknya jauh. Padahal, wilayah mereka adalah sentra tebu terbesar di Indonesia. Mudah-mudahan dengan adanya pabrik mereka bisa terbantu,” tukasnya.