Solusi Pakan Udang dengan Pengawetan Plankton

Pertanianku — Jika Artemia salina sebagai pakan udang alami terbaik sudah bisa dibudidayakan di Indonesia, bagaimana dengan penyediaan plankton sebagai pakan larva udang? Sementara itu, pencemaran yang semakin pesat mengancam ketersediaan plankton di alam.

pakan udang
Foto: Google Image

Pakan alami

Walaupun pakan buatan semakin banyak beredar di pasaran, pakan alami tetap mutlak dibutuhkan. Tanpa pakan alami yang mencukupi dalam jumlah, ukuran, dan mutu, larva udang yang dipelihara di tambak tidak mungkin hidup normal.

Selain itu, kandungan protein, lemak, dan asam tak jenuh pakan alami cukup tinggi. Jadi, wajar bila ingin berproduksi optimal dengan mutu baik, perusahaan tambak tergantung pada penyediaan pakan alami.

Sesuai dengan siklus hidup udang di alam, pada masa-masa awal kehidupannya, larva udang memangsa diatomae seperti Skeletonema sp., Chaetoceros sp., dan Thallassiosia sp. Menjelang berubah larva menjadi pascalarva, untuk mengganti diatomae ia sudah bisa mengonsumsi Nauplius artemia.

Kultur murni

Keterbatasan serta biaya investasi yang besar untuk pembangunan sarana budidaya plankton, menyebabkan telah dikembangkannya teknik pengawetan plankton melalui penelitian dan pemantauan secara terus-menerus.

Banyak manfaat yang akan didapat dari usaha pengawetan plankton melalui kultur murni. Kultur murni plankton dapat tersedia setiap waktu tanpa mengenal musim. Dengan demikian, tambak tidak lagi tergantung pada pasokan alam yang rentan terhadap pencemaran dan penyakit.

Tersedianya plankton juga akan mengatasi masalah biaya operasional tambak dan kekurangan tenaga ahli dalam menangani kultur plankton. Kultur murni yang mempunyai masa simpan lama merupakan langkah awal bagi konservasi plasma nutfah bahari. Upaya ini membuka pintu bagi pelestarian plankton yang mulai langka.

Cara-cara pengawetan

Skeletonema sp. biasanya langsung diambil di alam dengan menggunakan plankton net. Hasilnya langsung dikultur secara massal dan siap digunakan sebagai pakan larva. Dengan cara ini, plankton hanya mampu hidup selama 2—3 minggu. Ini karena saringan juga membawa kontaminan, kotoran, ataupun mikro-organisme pengganggu lainnya.

Untuk memperpanjang usia plankton inilah perlu dilakukan pemurnian dan pengawetan.

Langkah yang dilakukan dalam pengawetan plankton ialah sterilisasi peralatan dan air, pembuatan pupuk, dan pengawetan. Sterilisasi alat yang terdiri atas tabung reaksi, erlenmeyer, gelas labu, pipot, dan petridish, dilakukan dengan mencuci lalu memanaskan pada suhu 110—120˚ C selama 30—40 menit.

Adaun air disaring dengan catridge filter (0,45—1,0 mikron) lalu disinari dengan ultraviolet. Salinitasnya diturunkan sampai 2—4 ppt dengan cara penambahan akuades. Sementara, media disterilkan dengan suhu 110—120˚ C selama 20—30 menit, lalu didinginkan.

Plankton selanjutnya dipisahkan dengan cara pemanfaatan pipa kapiler melalui isolasi pada media agar dan pengenceran beberapa kali untuk menghilangkan kontaminan hingga didapatkan plankton yang diinginkan.

Untuk pengawetan, lama penyimpanan tergantung dari metode yang dipakai. Pengawetan dengan media agar dapat mempertahankan usia plankton sampai 3—4 bulan. Dengan demikian, inokulasi ke media agar yang baru harus dilakukan tepat pada waktunya.