Strategi Kementan Menghadapi Dampak La Nina pada Komoditas Perkebunan

PertaniankuPress release Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan puncak musim hujan diprediksi terjadi pada Januari hingga Februari 2022. Fenomena La Nina bisa menyebabkan dampak buruk bagi pertanian, termasuk budidaya perkebunan.

la nina
foto: Pixabay

Direktur Perlindungan Perkebunan, Ardi Praptono, menjelaskan, fenomena La Nina memang tidak bisa berdampak secara signifikan terhadap tanaman perkebunan. Namun, fenomena alam ini bisa memengaruhi produksi.

“Untuk itu, Kementan (Kementerian Pertanian) melalui Ditjenbun (Direktur Jenderal Perkebunan), melakukan strategi penanganan fenomena La Nina pada subsektor perkebunan melalui kegiatan mitigasi dan adaptasi,” ujar Ardi seperti dilansir dari laman ditjenbun.pertanian.go.id.

Ardi menjelaskan, kegiatan adaptasi difokuskan pada aplikasi teknologi adaptif, seperti penyesuaian pola tanam, teknologi pengelolaan lahan, pupuk, air, dan lain-lain. Sementara itu, kegiatan mitigasi merupakan serangkaian usaha untuk meminimalisir risiko bencana.  Mitigasi tersebut dilakukan dengan pembangunan fisik ataupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana, terdiri atas antisipasi (sebelum bencana), saat bencana (tanggap darurat), dan pascabencana.

Kegiatan adaptasi dan mitigasi yang dilakukan Ditjen Perkebunan dalam bentuk pembangunan embung, lubang biopori, rorak dan ternak kambing, serta pembentukan desa organik berbasis komoditas perkebunan.

“Dalam penanganan dampak La Nina, diperlukan koordinasi secara kontinyu dan berkesinambungan antara berbagai pihak terkait seperti BMKG, Kementerian Pertanian, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga pelaksana lapangan yang berada di daerah, dalam upaya penanggulangan bencana alam akibat dampak La Nina. Selain itu, perlu dilakukan evaluasi pemetaan daerah rawan bencana dan penanganannya secara berkesinambungan,” terang Ardi.

Dampak negatif dari fenomena La Nina di antaranya lonjakan populasi OPT, serangan hama tikus, penurunan mutu hasil produsi perkebunan, banjir pada lahan perkebunan, dan ancaman bencana longsor. Namun, musim hujan bisa memberikan dampak positif berupa meningkatkan cadangan air tanah dan mengisi penampungan air.

Direktorat Jenderal Perkebunan telah mengeluarkan beberapa program untuk menangani dampak La Nina, di antaranya Penerapan Hama Terpadu (PHT) komoditas perkebunan, pembuatan Metabolisme Sekunder Agen Pengendali Hayati (MS APH), Pengendalian secara terpadu melalui sistem aplikasi pada website Ditjenbun (SinTa dan Avi My Darling).

Sementara itu, untuk mengetahui ketersediaan air tanah, Ditjen Perkebunan telah bekerja sama dengan BMKG dan Balitklimat–Litbang Kementan. Kerja sama tersebut membangun Sistem Informasi Rencana Tanam dan Infrastruktur Air Perkebunan untuk Komoditas Utama (Sirami Kebunku).