Pertanianku — Talas beneng merupakan jenis umbi yang memiliki prospek sebagai bahan pangan pokok dan fungsional berasal dari Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Talas ini tumbuh liar di lereng gunung, memiliki batang yang besar dan panjang serta pada bagian akarnya terdapat umbi-umbi kecil (kimpul) yang bergerombol.

Komoditas ini memang tergolong tanaman liar, namun kini masyarakat Kabupaten Pandeglang membudidayakan talas beneng sebagai pangan lokal andalan. Bagaimana tidak? Umbi-umbian ni memiliki permintaan pasar yang terus meningkat.
Mengutip Majalah Trubus, seorang pembudidaya talas beneng asal Pandeglang, Fahri, menjual umbi segar dengan harga Rp1.500 per kilogram. Jika bobot sebuah umbi mencapai 20 kilogram, maka harga berkisar Rp30.000. Karena itu, dari perniagaan talas beneng, omzet Fahri rata-rata Rp30 juta per bulan.
Fahri mengirim umbi talas beneng segar ke Malang. Di sana, eksportir mengolah talas dengan cara mengukus kemudian menghaluskannya menjadi pasta. Pasta umbi talas itu kemudian dikirim ke Belanda.
Perjumpaan Fahri dengan eksportir asal Malang itu bermula saat menjual keripik talas beneng. Eksportir asal Malang itu rupanya salah satu pelanggan keripik produksi Fahri. Sejak akhir 2016, ia merintis usaha kecil-kecilan menjual keripik talas beneng. Produk itu menjadi ikon pangan lokal khas Kabupaten Pandeglang.
Fahri bekerja sama dengan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Juhut Mandiri untuk membudidayakan 15.000 talas beneng di lahan seluas 1 hektare. Menurutnya, dengan harga jual itu, pekebun masih bisa meraup untung karena biaya produksi talas beneng relatif murah.
Para pekebun membudidayakan talas secara organik. Sebagai sumber nutrisi untuk talas, mereka hanya mengandalkan pupuk kandang dari kotoran domba yang telah terurai. Mereka memberikan pupuk hanya sekali, yakni ketika penanaman.
Nama beneng sendiri masih asing di telinga masyarakat umum. Nama beneng merupakan akronim dari kata besar dan koneng (besar dan kuning). Sebutan besar melekat lantaran sosok umbi talas yang berukuran jumbo, yakni umbi yang berusia 1 tahun bobotnya mencapai 20 kilogram. Sementara, untuk nama koneng itu sendiri merujuk pada daging umbi yang berwarna kuning cerah.