Pertanianku — Teknologi proliga (produksi lipat ganda) dikembangkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan). Teknologi ini digagas oleh peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) untuk meningkatkan produktivitas tanaman cabai lebih dari 20 ton per hektare. Pasalnya, rata-rata produktivitas cabai nasional hanya berkisar di bawah 10,2 ton per hektare.

“Teknologi ini merupakan sinergi antara lima komponen teknologi mulai dari pemilihan varietas unggul, persemaian sehat, penambahan populasi tanaman, pengolahan lahan dan pemupukan, serta pengendalian organisme penggangu tanaman (OPT),” terang peneliti Balitsa, Ir. Wiwin Setiawati, M.S. seperti dilansir dari laman litbang.pertanian.go.id.
Wiwin menyebutkan beberapa varietas unggul cabai yang sudah dihasilkan oleh Balitbangtan. Varietas tersebut di antaranya cabai keriting Lembang-1, cabai keriting Kencana, cabai besar Tanjung-1, cabai besar Ciko, cabai besar Lingga, cabai besar Carvi Agrihorti, cabai besar Inata Agrihorti, dan cabai rawit Rabani Agrihorti. Wiwin menyebut, varietas unggul merupakan faktor penting untuk meningkatkan produktivitas tanaman cabai.
“Varietas unggul tersebut selain mempunyai potensi hasil yang cukup tinggi juga tahan terhadap OPT penting, toleran genangan, toleran musim hujan, dan mampu beradaptasi dengan baik pada musim kemarau,” terang Wiwin.
Selain memperhatikan varietas yang digunakan, petani juga harus memilih varietas cabai yang disukai oleh konsumen dan kecocokan pada kondisi ekosistem setempat.
Teknologi proliga sudah disosialisasikan kepada petani melalui program diseminasi dan pendampingan. Salah satu petani yang sudah menerapkan teknologi ini adalah Abdul Manan, petani cabai di Desa Margaluyu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Pada mulanya Abdul menggunakan teknologi bertanam cabai yang umum digunakan masyarakat. Namun, setelah mengikuti diseminasi dan bimbingan dari tim Balitsa, ia mengaplikasikan teknologi proliga untuk budidaya cabai pada lahan bekas demplot seluas 1,25 hektare dan lahan pribadi seluas 1 hektare. Pada lahan tersebut ditanami cabai rawit, cabai merah, dan cabai keriting.
Menurut Abdul, penerapan teknologi proliga berhasil membuahkan hasil yang menggembirakan. Produktivitas tanaman cabainya meningkat dan Abdul dapat mengurangi biaya produksi.
“Rata-rata petani produksi per pohon cabainya sekitar 23 ons, 4 ons, atau setengah kilo. Yang kami kerjakan dengan bimbingan Balitsa itu per pohon bisa 1 kilo. Jadi, produktivitas meningkat mencapai 20 ton per hectare,” tutur Abdul
Abdul melanjutkan, teknologi proliga juga membuat penggunaan pupuk dan pestisida menjadi lebih efisien. Misalnya, penggunaan pupuk kandang menjadi lebih irit, tetapi hasil yang didapatkan lebih maksimal.
Perbedaan proliga dengan cara bertanam lainnya adalah teknik membuang pucuk utama sejak di persemaian. Kegiatan ini disebut pinching.