Tingginya Konsumsi Karet Sintetis

Pertanianku – Permintaan merupakan banyaknya barang yang diminta, dalam hal ini disebut konsumsi. Faktor yang mempengauhi perubahan tingkat permintaan karet adalah konsumen dan harga. Konsumen akan membeli lebih banyak jika harga karet dianggap murah atau bisa dijangkau. Sebaliknya konsumen tidak akan membeli kalau harga di luar jangkauannya. Oleh karena itu, permintaan tergantung pada daya beli konsumen.

Tingginya Konsumsi Karet Sintetis

Konsumsi karet alam disaingi oleh barang pengganti karet. Barang pengganti ini pengaruhnya sangat dominan terhadap perkembangan usaha perkebunan karet  alam. Semakin banyak jenis barang pengganti karet, karet sintetis, akan semakin besar pengaruhnya apalagi kalau diikuti dengan harga yang lebih rendah.

Untuk merebut konsumen, maka produsen karet alam harus mengejar mutu produksinya. Di samping itu, diversifikasi teknologi karet alam harus lebih ditingkatkan. Karet yang diproduksi harus bisa menempatkan diri sebagai pendukung kebutuhan konsumen. Biasanya konsumen membutuhkan suatu barang karena merasa barang itu lebih baik dan barang lain yang sama, di samping harus memperhitungkan biaya perawatan dan harga beli. Tindakan konsumen selalu diikuti oleh penilaian secara teknis maupun ekonomis untuk lebih memuaskan kehendaknya.

Daya beli konsumen selalu dipengaruhi oleh naik turunnya kurs valuta asing, terlebih bagi negara berkembang seperti Indonesia sebab nilai kurs mempengaruhi pendapatan devisa negara. Bagi negaranegara industri, faktor nilai kurs valuta asing tidak diperhatikan, yang diperhatikan adalah keamanannya.

Permasalahan dalam permintaan karet alam ini adalah belum mampunya karet alam menyaingi karet sintetis. Tingkat konsumsi karet sintetis masih tertinggi di dunia, sebesar 65%, sedangkan karet alam hanya 35%. Jika konsumsi karet sintetis sebagian dapat dipenuhi oleh karet alam, maka prospek yang lebih cerah akan mewarnai industri perkaretan Indonesia.

Besarnya konsumsi karet sintetis disebabkan oleh naiknya permintaan akan mobil, sebagian besar industri mobil hanya menggunakan karet sintetis. Di negaranegara industri mobil permintaan karet sintetis sangat besar (70%), sedangkan negara-negara berkembang hanya 30%. Seandainya industri karet alam mengadakan perbaikan mutu, maka bukan hal yang tidak mungkin untuk merebut kembali pangsa pasar.

Semua kegiatan memacu industri karet alam dalam merebut pasar tidak lepas dari harga. Harga karet alam sendiri tidak lepas dari harga barang lain yang diikutsertakan dalam proses produksi. Jika harga output tinggi, berarti biaya akan tinggi dan harga barang akan tinggi pula. Dengan kata lain, pergerakan harga tidak lepas dari perubahanharga barang lain yang membentuk satu lingkaran proses produksi.

Di Indonesia konsumsi karet masih di bawah tingkat konsumsi negara-negara maju. Konsumsi karet rata-rata per kapita per tahun hanya sekitar 1,5 kg, sedang di negara maju sekitar 15 kg. Berarti hanya sekitar 10% dari konsumsi negara maju. Namun, jika diperhatikan dengan tingkat konsumsi dasa warsa sebelumnya, maka konsumsi Indonesia sudah dikatakan lebih maju. Hal ini didukung oleh perkembangan industri ban di dalam negeri.

Jika dilihat dari kecenderungan perilaku konsumen terhadap karet alam, maka sementara orang akan merumuskan bahwa karet alam akan makin punah. Namun, hal ini akan menjadikan tantangan bagi industri-industri perkaretan khususnya karet alam dalam memproduksi jenis karet yang bermutu. Bagi Indonesia, kemerosotan bisa saja mengubah perekonomian negara.

Namun, melihat tingkat konsumsi karet Indonesia yang masih jauh lebih kecil dari yang diharapkan maka kecerahan tetap akan tampak. Tingkat konsumsi karet alam Indonesia belum mencapai tingkat kejenuhan, paling tidak sampai beberapa dasawarsa mendatang. Pada saat tingkat jenuh itu tercapai, industri karet alam sangat diharapkan tetap menggunakan karet alam untuk sebagian besar industrinya. Dengan demikian, angka konsumsi karet menjadi berimbang. Sekarang yang harus dipertahankan adalah harga karet alamnya.

Sumber: Buku Panduan Lengkap Karet