Pertanianku – Usai menemukan tiga galur kedelai yang toleran terhadap kondisi jenuh air, Ir. Suhartina MP, peneliti dari Balai Penelitian Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi), mengaku siap melepas varietas kedelai unggul tersebut ke pasar dengan nama ‘desah’ alias kedelai basah.
Ketiga galur itu adalah Tgm/Anjs-750 yang disebut Desah 1, Sib/Grob-137, disebut Desah 2 dan Sib/Grob-127 sebagai Desah 3. “Tiga galur kedelai itu bisa toleran terhadap kondisi tanah jenuh air lantaran daya adaptasinya yang tinggi,” ungkap Suhartina.
Suhartina menuturkan, sejatinya saat tergenang air, daun kedelai yang tak toleran air maupun yang tahan air, pada perkembangan awal akan terlihat sama, yakni daun akan sama-sama menguning. Perbedaannya mulai muncul setelah 2–4 pekan kemudian.
“Tanaman kedelai yang toleran air akan membentuk akar adventif atau akar bantuan, sementara tanaman kedelai yang tak toleran air tidak muncul akar adventifnya. Akar-akar itu akan muncul di permukaan tanah yang dekat dengan oksigen, fungsinya mengganti akar-akar yang mati karena tergenang,” jelas Suhartina.
Setelah akar adventif tumbuh, daun-daun kuning pada galur kedelai yang tahan air berubah menjadi hijau, bahkan lebih hijau dari sebelumnya. Itu terjadi akibat kembalinya akar yang memang bertugas menyerap unsur hara dari tanah. Hasilnya, galur kedelai yang tahan air itu, dikatakan Suhartina, layak menjadi andalan petani kedelai.
Dengan ditemukannya tiga galur kedelai yang toleran dengan kondisi jenuh air, Suhartina optimis bahwa petani kedelai di Indonesia dapat meraih produktivitas kedelai yang lebih tinggi, meski lahan penanamannya terendam air.