Pertanianku — Rumah dari burung walet atau Collocalia sp. sering digunakan dalam industri farmasi karena memiliki banyak khasiat. Sebagian besar produsen sarang burung walet tersebut berada di Pulau Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyebutkan bahwa tren ekspor sarang burung walet (SBW) menunjukkan peningkatan yang cukup siginifikan selama lima tahun terakhir ini.
“Ini adalah anugerah dari Tuhan untuk kita, tanpa perawatan khusus walet memberikan sumbangan devisa negara dan pendapatan bagi petani,” tutur Syahrul seperti dikutip dari laman pertanian.go.id.
Menteri Perdagangan M. Lutfi turut mendukung komoditas sarang burung walet. Lutfi yakin dan percaya bahwa sarang burung walet bisa menjadi komoditas andalan, bahkan posisinya bisa sebagai ‘harta karun’ yang berharga untuk Indonesia.
Berdasarkan data yang terhimpun pada sistem perkarantinaan, IQFAST Badan Karantina Pertanian tercatat bahwa selama pandemi Covid-19, jumlah ekspor sarang burung walet mencapai 1.155 ton atau setara dengan Rp28,9 triliun. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 2,13 persen dari jumlah ekspor yang terjadi pada 2019, yang hanya sebesar 1.131,2 ton atau senilai Rp28,3 triliun.
SBW sangat berpotensial untuk dikembangkan di Indonesia karena sinar matahari serta tanah yang subur. Produksi SBW dapat terus dipertahankan dengan sistem budidaya yang baik agar populasi burung walet tidak terancam dan petani tetap bisa memanen sarangnya.
Burung walet bisa hidup di area dengan ekosistem yang baik, mulai dari hutan, laut, hingga sungai sebagai tempat penghasil pakan alami bagi walet. Oleh karena itu, hal lain yang harus diperhatikan agar produksi walet bisa terus berkelanjutan adalah kondisi alam di sekitar. Masyarakat harus bahu-membahu menjaga kelestarian alam.
SBW merupakan komoditas binaan dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan untuk produktivitasnya. Sementara itu, untuk pendampingan eksportasi dilakukan oleh Badan Karantina Pertanian (Barantan).
Hingga saat ini, Barantan terus melakukan pendampingan terhadap 13 eksportir SBW Indonesia agar berhasil teregistrasi oleh otoritas karantina pertanian Cina. Sebanyak 23 persen dari total ekspor SBW asal Indonesia dibeli oleh Cina dengan harga jual yang lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain.