Upaya Balitbangtan untuk Meningkatkan Nilai Tambah Komoditas Kakao

Pertanianku — Kakao termasuk komoditas perkebunan yang dapat berkontribusi pada perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Statistik Kakao Indonesia, produksi komoditas kakao pada 2019 mencapai 774 ribu ton. Untuk mendukung pengembangan kakao, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) telah menggandeng beberapa pihak.

komoditas kakao
foto: Pertanianku

Pada dasarnya komoditas kakao memiliki potensi yang besar, tetapi sayangnya pengembangan komoditas ini masih sering terbentur dengan beberapa tantangan. Mulai dari pengembangan kakao dari hulu ke hilir, adopsi teknologi kakao oleh petani, permasalahan lingkungan yang disebabkan perubahan iklim, serangan hama dan penyakit, permasalahan lahan, serta beberapa tantangan lainnya.

Tantangan tersebut dapat diatasi dengan inovasi teknologi dan bersinergi dengan berbagai pihak. Salah satu upaya yang tengah dilakukan Balitbangtan adalah melakukan kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Luwu Utara dan PT Mars Symbioscience Indonesia. Hubungan kerja sama tersebut sudah sampai pada tahap penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU).

“Semoga kerja sama penelitian ini segera ditindaklanjuti untuk penelitian dan pengembangan pertanian khususnya komoditas kakao di Luwu Utara,” kata Sekretaris Balitbangtan Dr. Haris Syahbuddin seperti dilansir dari laman litbang.pertanian.go.id.

Kerja sama tersebut meliputi perencanaan, penelitian bersama, pengolahan dan budidaya kakao berbasis riset, diseminasi dan implementasi inovasi teknologi kakao, serta berbagai kegiatan riset lainnya.

“Ini disadari betul bahwa untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah kakao tidak bisa jalan sendiri, bisa melalui riset kolaborasi dengan pemerintah daerah maupun sektor swasta untuk menghasilkan inovasi teknologi mengenai pengembangan benih unggul pengembangan pascapanen, maupun pendampingan teknologi bagi petani,” papar Kepala Balitbangtan Dr. Fadjry Djufry.

Balitbangtan juga menjalin kerja sama dengan beberapa stakeholder dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, pihak swasta, peneliti, hingga petani untuk membahas upaya pengembangan dan peningkatan nilai tambah kakao di Indonesia, khususnya di Luwu Utara, Sulawesi Selatan.

Pada 2020, terdapat lahan tanaman kakao sebesar 40.814 hektare di Luwu Utara. Lahan tersebut dapat menghasilkan 1.005 kg/hektare per tahun dengan melibatkan 29.481 petani.

Kolaborasi tersebut terus dilakukan untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan yang sudah digagas oleh Kementerian Pertanian untuk mendukung perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

Saat ini Indonesia termasuk negara produsen biji kakao terbesar di dunia. Hasil produksi biji kakao tersebut sudah banyak diekspor ke berbagai negara, seperti Malaysia, Amerika Serikat, India, Cina, dan Belanda. Pada 2019 tercatat volume biji kakao yang berhasil diekspor ke pasar dunia sebanyak 285.786 ton.