Waspada! Ada Bakteri E. Coli pada Daging Ayam Broiler

Pertanianku — Sebuah penelitian menemukan adanya bakteri Escherichia coli yang terisolasi pada daging ayam broiler yang banyak dikonsumsi masyarakat. Peneitian tersebut dilakukan oleh  Indonesia One Health University Network (INDOHUN), Udayana One Health Collaborating Center (Udayana OHCC), dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali.

daging ayam broiler
Foto: Pixabay

Dr. Ni Nyoman Sri Budayanti selaku anggota peneliti perwakilan Udayana OHCC mengungkapkan, hasil penelitian juga menunjukkan peningkatan kekebalan lebih dari 90 persen setidaknya terhadap tiga jenis antibiotik dari 11 yang diujikan. Tiga jenis antibiotik tersebut adalah ampisilin, amoksisilin, dan eritromisin.

Sementara, terhadap asam nalidiksat, antibiotik yang sering digunakan untuk terapi infeksi saluran kencing pada manusia, telah terjadi peningkatan kekebalan hingga 50 persen. Masalahnya, antibiotik-antibiotik tersebut merupakan antibiotik yang paling banyak digunakan pada masyarakat dan sering bisa dibeli tanpa resep dokter.

“Hal yang paling mencemaskan dari hasil penelitian tersebut adalah mulai ditemukan 2,4 persen bakteri E. coli yang kebal terhadap antibiotik golongan sefalosporin. Bakteri ini akan menghasilkan enzim yang mampu menetralkan semua antibiotik golongan sefalosporin,” papar Ni Nyoman Sri Budayanti.

Antibiotik sefalosporin paling banyak digunakan rumah sakit di Indonesia. Bakteri yang telah kebal terhadap antibiotik ini umumnya akan mudah memicu kekebalan terhadap antibiotik lainnya seperti antibiotik golongan kuinolon (siprofloksasin, levofloksasin). Itu merupakan salah satu antibiotik utama pengobatan pasien yang dirawat di rumah sakit.

Penemuan adanya bakteri multiresisten pada daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional ataupun modern tersebut menimbulkan kecemasan karena bakterinya dapat berpindah kepada manusia selama proses penanganan daging ayam untuk dikonsumsi. Tidak menutup kemungkinan manusia akan terinfeksi oleh bakteri multiresisten dari daging ayam tersebut.

Pengobatan pasien terinfeksi bakteri multiresisten, tidak hanya menjadi beban individu tapi negara juga akan menanggung bebannya melalui klaim BPJS yang saat ini total terus merugi.

Butuh komitmen serius dari pemerintah karena dalam menangani AMR ini tidak hanya sekali waktu saja tapi harus berkelanjutan. Tindakan tegasnya adalah dengan regulasi penggunaan antibiotik untuk pertumbuhan hewan ternak.

“Jika tidak segera ditangani, dampaknya akan terjadi resistensi antimikroba pada manusia dan dampak buruknya juga akan berkelanjutan,” kata ketua peneliti Prof. drh. Wiku Adisasmito, PhD, MSc yang juga Ketua Dewan Guru Besar FKM UI dan Koordinator Indonesia One Health University Network (INDOHUN).