Waspada Hama Ulat Tentara, Begini Cara Mengatasinya

Pertanianku — Ulat tentara atau Spodoptera frugiperda dapat hidup di musim dingin dengan cara memperpanjang siklus hidupnya. Hama ini berasal dari Amerika dan sudah menyebar ke berbagai belahan dunia lain. Serangan hama ulat tentara terbilang cukup ganas karena mampu merusak. Ulat ini memiliki lebih dari 80 jenis tanaman inang dan mampu bertahan hidup sepanjang tahun.

hama ulat tentara
foto: cybex.pertanian.go.id

Siklus hidup hama pada musim panas terjadi sekitar 30 hari, untuk musim semi dan musim gugur sekitar 60 hari, dan musim dingin selama 90 hari. Siklus hidup hama dimulai dari telur selama 2—3 hari, larva selama 2 minggu, dan pupa terjadi selama 8 minggu.

Penyebaran hama ini dibantu dengan angin sehingga hama terbang dan terbawa angin, atau menempel pada barang kargo di pesawat. Meski hama ini berasal dari Amerika, hama cukup adaptif di berbagai kondisi cuaca. Di Indonesia, hama ulat tentara pernah dijumpai di kebun jagung di daerah Bogor.

Ulat tentara bisa diatasi dengan pengendalian OPT (organisme pengganggu tanaman) dengan tindakan Pengelolaan Hama Terpadu (PHT). Pengendalian dilakukan dengan cara menggunakan predator dan parasitoid, menggunakan varietas yang tahan oleh serangan hama, dan menerapkan teknik budidaya yang baik.

Teknik budidaya yang dapat mencegah serangan hama ulat tentara adalah teknik tumpang sari. Tumpang sari telah terbukti mampu menurunkan jumlah koloni telur dan tingkat kerusakan yang disebabkan oleh hama. Hal ini karena pada sistem tumpang sari bisa menanam salah satu tanaman yang berfungsi untuk mengusir serangan hama.

Musuh alami bagi hama ulat tentara adalah Trichogramma sp. dan Telenomus remus. Sementara itu, parasitoid hama ulat tentara adalah Chelonus insularis yang dapat menyerang telur dan larva hama.

Hama ulat tentara juga dapat dikendalikan dengan pestisida kimia. Pestisida yang digunakan adalah insektisida yang berbahan aktif Cypermethrin, Delthamethrin, Lambda-cyhalothrin, Permenthri, dan Chorpryrifos. Semua jenis pestisida tersebut tidak dapat meninggalkan residu pada tanaman, baik di hasil panen maupun pada tubuh tanaman, tetapi residu pestisida tersebut bisa tertinggal pada permukaan tanah.

Penggunaan pestisida kimia menjadi cara terakhir untuk mengendalikan hama jika beberapa tindakan pengendalian yang sudah dilakukan tidak kunjung berhasil.