Yuk, Intip Proses Produksi Ayam Serama!

Pertanianku — Bagi Anda pecinta ayam hias, pasti mengenal ayam serama. Ayam serama merupakan ayam yang memiliki postur tubuh mungil. Sekilas mirip dengan ayam kate/katai. Namun, ayam serama mempunyai badan yang tegap dengan dada membusung.

foto: istimewa

Ayam ini terkenal sebagai ayam “sombong”. Ini karena postur ayam tersebut membusungkan dadanya sehingga lebih menonjol ke depan dibanding kepalanya. Ayam yang berasal dari Malaysia ini memiliki penggemar yang tidak sedikit di Indonesia. Terlebih saat ini banyak kontes diadakan di kota-kota besar.

Ayam serama juga salah satu jenis ayam yang memiliki nilai seni tinggi, tidak heran banyak peternak ataupun broker yang rela merogoh koceknya demi mendapatkan ayam yang sudah diakui oleh American Poultry Association (APA) dan American Bantam Association (ABA) sebagai ayam terkecil di dunia.

Seorang broker dan juga peternak yang saat ini fokus pada bisnis burung parrot, Rudi Pelung, juga pernah kepincut pada sosok serama selama 8 tahun lebih. Awalnya, ia hanya melihat temannya memiliki serama yang langsung didatangkan dari Thailand. Mulai dari situlah ketertarikan seorang Rudi Pelung lahir pada sosok serama.

“Dulu waktu tahun 1998 teman saya bawa ayam serama dari Thailand, terus lama-kelamaan kita pelajarin lewat internet. Dari situlah saya mulai menekuni seni dari ayam serama,” kata Rudi.

Rudi mengatakan bahwa secara fisik ayam serama jantan dan betina memiliki perbedaan yang terlihat jelas. Ayam jantan mempunyai jengger yang agak lancip, dan warna cerah pada bagian leher. Selain itu, ayam serama jantan identik dengan berkokok. Adapun si betina, tidak memiliki jengger serta warna bulu di bagian leher tidak terlalu cerah.

Usia ayam serama yang siap kawin adalah 8 bulan sampai dengan 1 tahun. Namun, sejak usia 6 bulan ayam serama harus dipersiapkan terlebih dahulu.

“Jantan dan betina terlebih dulu menjalani proses perkenalan, dengan cara dimasukkan dalam kandang yang sama ukuran sekitar 60 × 120 × 50 cm, agar satu sama lain saling tertarik,” ungkapnya.

Lebih lanjut Rudi menerangkan, untuk menghindari kedua ayam tersebut bertengkar, mereka harus sering dikeluarkan dari kandang, tetapi dengan catatan, keduanya tetap dalam keadaan bersama. Selama proses penyatuan tersebut, kualitas pakannya harus dijaga seperti beras merah, kacang hijau, dedak atau campur sedikit pur ayam petelur, serta sering dimandikan dan dijemur jika cuaca sedang bagus. Hal ini dilakukan untuk menjaga stamina dari ayam tersebut.

Setelah proses pengenalan kurang lebih 2—4 bulan, kedua ayam tersebut sudah bisa kawin. Setelah perkawinan, bobot betina akan semakin meningkat, suhu badannya cenderung panas, dan mulutnya sering terbuka. Itulah ciri-ciri betina ayam serama masuk masa bunting dan akan segera bertelur.

Setelah memasuki masa bertelur, si betina sebaiknya ditempatkan di kandang terpisah berukuran 30 × 30 × 50 cm, agar ayam jantan tidak mengganggu proses pengeraman telur. Di dalam kandang tersebut, sebaiknya sudah disiapkan sarang berisi jerami yang berfungsi sebagai tempat telur. Sementara itu, yang jantan bisa dimasukkan ke kandang ukuran standar 40 × 60 × 50 cm.

Karena postur fisik ayam serama dan tinggi badannya di bawah standar, telur yang dihasilkan tidak begitu banyak. Rata-rata telur yang dikeluarkan oleh betina berkisar 2—6 butir, yang terbagi menjadi 2 fase selama 2 hari. Masa pengeraman telur sendiri memakan waktu selama 18—21 hari.

Seminggu setelah proses perkawinan, ayam jantan bisa dikawinkan kembali dengan betina lain. Adapun ayam betina bisa dikawinkan kembali, setelah ia dipisahkan dari anakannya.